Kamis, 27 Juli 2017

Tolak Pasien BPJS Kesehatan, Kerjasama RS Jember Klinik Bisa Diputus

Penolakan Agus Efendy, atau Bung Laros
yang Viral di Facebook, membuat Kepala BPJS Kesehatan Jember, Kamis (27/7 ) , datangi Rumah Sakit (RS) Jember Klinik.
Kedatangan Kepala BPJS Kesehatan, Tania Rahayu Ke RS Jember Klinik guna melakukan koordinasi dan evaluasi terkait kabar adanya keluhan Agus Efendy yang berakun facebook, Bung laros yang viral di Grup Informasi Warga Jember (IWJ) dan media massa, yang ditolak dengan alasan kuotanya habis.
Penolakan calon pasien Peserta BPJS Kesehatan menurut Bung Laros, dengan alasan kuota untuk pasien BPJS Kesehatan habis, hanya melayani pasien mandiri. "Namun pihak rumah sakit menyatakan kesiapannya untuk meningkatkan dan memperbaiki pelayanannya," ungkapnya.
Sesuai regulasi yang ada, pihak rumah sakit memang tidak diperkenankan melakukan pembatasan layanan bagi pasien. "Jika semua syaratnya terpenuhi, Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan lanjutan wajib melayani pasien hingga sembuh," terangnya.
Kalau pasien mampu menunjukan kepemilikan kartu kepersertaan BPJS Kesehatan, aktif dan membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (Faskes tk. I) Menurutnya RS Jember Klinik tidak boleh menolak. Jika dikemudian hari masih ditemukan, maka BPJS akan memberikan teguran.
"Bahkan jika terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan terjadi pemutusan hubungan kerjasama, Karena pemutusan hubungan bisa terjadi jika salah satu atau kedua belah pihak telah menyalahi kesepakatan atau melanggar aturan sesuai regulasi yang berlaku." tegasnya.
Sementara Ketua IDI Jember, Dr Hendro, Kalau itu benar dilakukan, (karena RS belum mengkonfirmasi), Ia yakin itu bukan perbuatan Dokter, karena Dokter terikat dengan kode etik kedokteran indonesia, kalau dilakukan itu melanggar pasal 2, dokter wajib mengambil keputusan proses secara independen.
“Apakah benar itu keputusan rumah sakit atau Dokter, biasanya yang merasa dirugikan itu adalah Rumah sakit bukan dokternya. Seharusnya pihak rumah sakit tidak boleh melakukan pembatasan itu ada hak pasien sesuai yang telah diatur oleh kode etik kedokteran Indonesia”. Jelasnya.