Inilah perlunya perusahaan membangun tempat ibadah yang cukup untuk pekerjanya.
KOMPAS.com — Lami, buruh
yang mengaku dipecat karena memprotes
direktur yang melarangnya shalat di pabrik
tempat dia bekerja di Cakung, Jakarta
Timur, mengadukan masalah tersebut ke
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,
Jakarta, Rabu (31/7/2013). Ia datang
didampingi Yati Andriyani dari Kontras dan
beberapa temannya.
"Saya dipersulit untuk shalat. Ketika saya
protes, saya malah di-PHK (pecat)," kata
Lami di kantor Komnas HAM.
Sebelumnya, Lami bekerja sebagai buruh
di PT M, Cakung. Lami bercerita, kejadian
itu berawal ketika dirinya hendak shalat
pada jam istirahat, Jumat (12/7/2013)
pukul 11.30 WIB.
Karena mushala di pabrik itu kecil atau
hanya bisa memuat 20 orang, Lami
memilih shalat di ruang detektor. Ia
mengaku biasa shalat di situ untuk
menghemat waktu. Jika terpaksa shalat di
mushala, ia harus mengantre karena
banyak karyawan yang ingin menjalankan
ibadah di tempat tersebut. Belum lagi
letaknya jauh, padahal waktu istirahat
hanya 30 menit. Namun, saat itu direktur
perusahaan, yakni HK, malah
membentaknya.
"Dia marah-marah, 'Tidak boleh shalat di
situ.' Saya jelaskan, kalau tidak boleh, saya
shalat di luar ruangan saja. Tapi dia tetap
marah-marah. Saya ambil mukena
dipersoalkan. Dia sampai angkat tangan
mau pukul saya. Di situ saya bilang,
'Silakan tampar.' Saya panik, saya teriak-
teriak saya dilarang shalat," tutur Lami
kepada anggota Komnas HAM yang
menerima laporan, Siti Nur Laila.
Saat itu, kata Lami, bosnya semakin
marah. Pihak personalia langsung
menjelaskan lewat pengeras suara bahwa
tidak ada pelarangan shalat. Pasca-
kejadian itu, Lami bekerja biasa. Namun,
dirinya tidak bisa mengisi daftar hadir. "Tapi
saya tetap kerja seperti biasa," katanya.
Di saat tanggal gajian, Lami mengaku
hanya dirinya yang tidak menerima gaji. Ia
lalu menghadap manajemen perusahaan
pada 24 Juli. Siangnya, gajinya diberikan
secara tunai. Namun, sorenya ia dipanggil
kembali dan diberi tahu bahwa ia sudah
dipecat karena melanggar ketertiban
perusahaan. Perusahaan menganggap
Lami melakukan provokasi dengan
menyebut direktur melarang shalat.
Padahal, menurut Lami, larangan itu
memang benar.
Tak terima di-PHK, sehari kemudian, Lami
tetap masuk kerja. Namun, manajemen
perusahaan menyampaikan kepada Lami
bahwa dirinya dinonaktifkan sampai proses
PHK selesai.
Lami yakin pemecatannya bukan hanya
karena masalah shalat, tetapi juga
keputusannya yang membangun serikat
pekerja bernama Federasi Buruh Lintas
Pabrik baru-baru ini. Lami menjadi
ketuanya. Serikat pekerja itu akan
dicatatkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Jakarta Utara.
"Perusahaan tidak suka. Jadi hal sekecil
apa pun yang saya lakukan dipersoalkan
perusahaan," kata perempuan yang
sudah bekerja di perusahaan itu sejak
2004.
Yati menilai ada pelanggaran hak asasi
oleh perusahaan. Meski tidak ada aturan
yang melarang buruh untuk shalat, tetapi
perusahaan telah menghambat buruh
untuk mendapatkan haknya beribadah.
"Karena terhambat, maka Lami pilih cara
lain. Perusahaan tidak punya etika yang
baik untuk memenuhi hak beribadah,"
kata Yati.
Kepada Komnas HAM, Lami ingin agar
aduannya diproses. Untuk saat ini, ia tidak
ingin menempuh proses hukum lantaran
bakal memakan waktu lama. "Saya hanya
ingin perusahaan meminta maaf dan
memperkerjakan saya kembali," kata Lami.
Rabu, 31 Juli 2013
Jumat, 12 Juli 2013
Di-PHK dua kali,kok bisa?
Jakarta, Kamis, 11 Juli 2013 18:13 WIB
Jurnas.com | UNTUK yang pertama kali
terjadi di Indonesia, Lilik Siswadi, karyawan PT Unimax Cipta Busana (UBC), anak
perusahaan dari PT Maxistar Intermoda Indonesia (MII), diPHK sebanyak dua kali
dalam satu group perusahaan. Disinyalir, PHK yang kedua dilakukan untuk
menutup kasus yang lebih besar daripada PHK.
Kuasa hukum Lilik Siswadi, Putut Prabantoro dalam siaran pers kepada
Jurnal Nasional, Kamis (10/7) mengatakan, kasus ini dianggap lucu,
mengada-ada dan bukti tindak kesewenangan pengusaha serta perusahaan.
Putut Prabantoro menjelaskan, menyusul pemberitaan di beberapa media tentang
"Sebelas Tahun Bekerja Jamsostek Tidak Dibayarkan", Lilik Siswadi diPHK secara sepihak oleh PT UCB pada tanggal 21 Mei 2013. Kasus ini ditangani oleh
Disnakertrans Tangerang Selatan dan telah mendapat perhatian dari DPRD
Banten serta pemda setempat. Sebulan kemudian PT MII meminta ijin memPHK
Lilik Siswadi melalui Disnakertrans Jakarta Utara pada 26 Juni 2013. PHK sepihak
oleh PT UCB ataupun permohonan ijin PHK oleh PT MII dilakukan oleh Nurdin
Setiawan, GM HRD kedua perusahaan.
Lilik bergabung dengan PT MII pada 4 Februari 2002, dan pada 3 Januari 2011
dimutasikan ke UCB, yang sebelumnya bernama PT Benwin Intercorp Indonesia
(BII). Sepekan setelah diPHK, terbit surat yang isinya mengembalikan status Lilik
Siswadi dari PT UCB ke PT MII, meskipun tidak ada surat satupun yang diterima Lilik
sejak diPHK oleh PT UCB. "Saya menduga tindakan PHK dua kali ini
untuk menutupi kasus yang lebih besar daripada sekedar PHK itu sendiri. Kasus
yang lebih besar itu akan saya ungkap kepada publik pada waktunya. Yang
mengerti kasus yang lebih besar ini adalah Edwin Kow, Direktur Keuangan PT
Maxistar Intermoda Indonesia," ujar Putut Prabantoro, setelah memenuhi panggilan
Toga Sibuea SE, petugas Disnakertrans Jakarta Utara.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa, PT MII melakukan tindak penipuan dengan
seolah-olah telah memindahkan kembali Lilik Siswadi ke PT MII melalui surat
tertanggal 27 Mei 2013 yang artinya surat tersebut dibuat sepekan setelah PHK
sepihak yang dilakukan oleh PT UCB. "Lilik tidak menerima surat apapun dari PT
MII sejak kasus PHK sepihak muncul. Bahkan ada satu surat yang ditujukan
kepada Edwin Kow, Direktur PT MII, tidak dibalas. Logika yang dipakai adalah Sdr
Lilik dipanggil berulang kali dianggap mangkir. Sekarang surat pemanggilanya
mana? Sudah dipecat koq dipanggil lagi," ujar Putut Prabantoro.
Selain karena kasus yang lebih besar itu, PHK kedua kali ini terkait dengan
pengalihan lokasi domisili kasus PHK oleh PT UCB dari Disnaker Tangerang Selatan
agar kasus tsb tidak menarik Hittesh Chhaya, seorang WNA, ke dalam
lingkaran persoalan. Hittesh Chhaya dan juga Julia Siregar inilah yang menurut
Bagijo Kertorahardjo, salah satu Direktur PT MII yang meminta HRD perusahaan
agar memPHK Lilik Siswadi dari PT UCB.
Hittesh Chhaya, menurut penjelasan di media nasional, menjabat sebagai
business advisor PT UCB dan sekaligus CEO PT Cipta Busana Jaya (CBJ), yang
menurut peraturan ketenagakerjaan seorang WNA dilarang rangkap jabatan.
Kedua perusahaan ini (PT CBJ dan PT UBC) berada dalam satu gedung di
Cireundeu, Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
"Saya juga akan melaporkan Hittesh Chhaya kepada pihak imigrasi untuk dapat
dideportasi karena melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia," tegas Putut
Prabantoro. Selain akan melaporkan ke pihak imigrasi,
Putut Prabantoro juga akan melaporkan kasus PHK ini kepada Wakil Gubernur DKI,
Basuki Tahja Purnama (Ahok). Bahkan Putut Prabantoro juga mengajak Toga
Sibuea yang menjabat sebagai Kepala Seksi Hubungan Industrial dan
Kesejahteraan Pekerja, Disnakertrans Jakarta Utara, untuk bersama-sama melaporkan kasus ini ke Ahok.
Kasus PHK itu adalah buntut dari tidak dibayarnya Jamsostek
Setelah kasus “Kuali Yuki” yang menghebohkan dunia ketenagakerjaan nasional, kini
polemik baru di dunia perburuhan kembali muncul,sebagai tindak kesewenang-wenangan pengusaha.
Lilik Siswadi, karyawan PT Unimax CiptaBusana, anak PT Maxistar Intermoda Indonesia, yangdiduga menjadi korbannya. Selama 11 tahun bekerja,Lilik mengaku tak pernah dibayarkan Jamsostek olehperusahaannya yang bergerak di bidang tekstil dan
garmen itu.
"Saya bergabung dengan PT Maxistar IntermodaIndonesia sejak 4 Februari 2002 dan kemudian saya dipindahkan ke PT Unimax Cipta Busana pada 1 Januari 2011. Selama sebelas tahun bekerja, saya tidakpernah mendapat kartu kepesertaan jamsostek dari
perusahaan ataupun saldo jaminan hari tua yang setiaptahunnya sebagai bukti kepersertaan," ujar Lilik ,Selasa (14/5).
"Saya menduga ada manipulasi data jumlah tenagakerja yang didaftarkan," sambungnya.
Lilik menjelaskan bahwa selain dirinya, sejumlah rekannya pun mengaku tak pernah dibayarkan oleh PT Unimax Cipta Busana ataupun olehPT Maxistar Intermoda Indonesia, yang operasional kesehariannya dipimpin Hitesh Chhaya itu.
Karena itu, Lilik meminta PT Jamsostek untukmengadakan audit kepesertaan jamsostek di
perusahaannya, berdasarkan data yang valid. Lilik jugaakan melaporkan kasus dugaan pelanggaran inikepada Menteri Tenaga Kerja (Menakertrans),Muhaimin Iskandar.
"Saya juga kasihan dengan rekan-rekan yang sudahkeluar tetapi belum dibayar jaminan hari tuanya,"ujarnya.
Dalam praktik untuk menghindari kewajiban perusahaan dari kepesertaan karyawan ke dalamprogram jamsostek, pengusaha seringkali menggunakan berbagai cara. Selain memang dengan sengaja melanggar hukum dengan tidak membayarkan kepesertaan jamsostek bagi karyawannya, perusahaanjuga seringkali memanipulasi data yang berupa hanya mendaftarkan sebagian karyawan dari total keseluruhan, memalsukan data pengahasilan karyawanyang sesungguhnya agar perusahaan tidak membayar iuran Jamsostek terlampau besar, menganggap jamsostek sama dengan asuransi kesehatan saja
sehingga perusahaan merasa cukup membayar premiasuransi.
Berdasarkan Undang Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, perusahaan yang memiliki tenagakerja lebih dari sepuluh orang wajib membayarkan jamsostek bagi karyawannya tanpa terkecuali. Selainprogram Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),
perusahaan wajib membayar program JaminanKecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) danJaminan Hari Tua (JHT) bagi karyawannya. Pengusahayang secara sengaja ataupun lalai tidak membayarkan jamsostek diancam hukuman pidana.Jamsostek juga
diatur di dalam UU Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003.
Penulis: Fransiskus Saverius Herdiman
Jurnas.com | UNTUK yang pertama kali
terjadi di Indonesia, Lilik Siswadi, karyawan PT Unimax Cipta Busana (UBC), anak
perusahaan dari PT Maxistar Intermoda Indonesia (MII), diPHK sebanyak dua kali
dalam satu group perusahaan. Disinyalir, PHK yang kedua dilakukan untuk
menutup kasus yang lebih besar daripada PHK.
Kuasa hukum Lilik Siswadi, Putut Prabantoro dalam siaran pers kepada
Jurnal Nasional, Kamis (10/7) mengatakan, kasus ini dianggap lucu,
mengada-ada dan bukti tindak kesewenangan pengusaha serta perusahaan.
Putut Prabantoro menjelaskan, menyusul pemberitaan di beberapa media tentang
"Sebelas Tahun Bekerja Jamsostek Tidak Dibayarkan", Lilik Siswadi diPHK secara sepihak oleh PT UCB pada tanggal 21 Mei 2013. Kasus ini ditangani oleh
Disnakertrans Tangerang Selatan dan telah mendapat perhatian dari DPRD
Banten serta pemda setempat. Sebulan kemudian PT MII meminta ijin memPHK
Lilik Siswadi melalui Disnakertrans Jakarta Utara pada 26 Juni 2013. PHK sepihak
oleh PT UCB ataupun permohonan ijin PHK oleh PT MII dilakukan oleh Nurdin
Setiawan, GM HRD kedua perusahaan.
Lilik bergabung dengan PT MII pada 4 Februari 2002, dan pada 3 Januari 2011
dimutasikan ke UCB, yang sebelumnya bernama PT Benwin Intercorp Indonesia
(BII). Sepekan setelah diPHK, terbit surat yang isinya mengembalikan status Lilik
Siswadi dari PT UCB ke PT MII, meskipun tidak ada surat satupun yang diterima Lilik
sejak diPHK oleh PT UCB. "Saya menduga tindakan PHK dua kali ini
untuk menutupi kasus yang lebih besar daripada sekedar PHK itu sendiri. Kasus
yang lebih besar itu akan saya ungkap kepada publik pada waktunya. Yang
mengerti kasus yang lebih besar ini adalah Edwin Kow, Direktur Keuangan PT
Maxistar Intermoda Indonesia," ujar Putut Prabantoro, setelah memenuhi panggilan
Toga Sibuea SE, petugas Disnakertrans Jakarta Utara.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa, PT MII melakukan tindak penipuan dengan
seolah-olah telah memindahkan kembali Lilik Siswadi ke PT MII melalui surat
tertanggal 27 Mei 2013 yang artinya surat tersebut dibuat sepekan setelah PHK
sepihak yang dilakukan oleh PT UCB. "Lilik tidak menerima surat apapun dari PT
MII sejak kasus PHK sepihak muncul. Bahkan ada satu surat yang ditujukan
kepada Edwin Kow, Direktur PT MII, tidak dibalas. Logika yang dipakai adalah Sdr
Lilik dipanggil berulang kali dianggap mangkir. Sekarang surat pemanggilanya
mana? Sudah dipecat koq dipanggil lagi," ujar Putut Prabantoro.
Selain karena kasus yang lebih besar itu, PHK kedua kali ini terkait dengan
pengalihan lokasi domisili kasus PHK oleh PT UCB dari Disnaker Tangerang Selatan
agar kasus tsb tidak menarik Hittesh Chhaya, seorang WNA, ke dalam
lingkaran persoalan. Hittesh Chhaya dan juga Julia Siregar inilah yang menurut
Bagijo Kertorahardjo, salah satu Direktur PT MII yang meminta HRD perusahaan
agar memPHK Lilik Siswadi dari PT UCB.
Hittesh Chhaya, menurut penjelasan di media nasional, menjabat sebagai
business advisor PT UCB dan sekaligus CEO PT Cipta Busana Jaya (CBJ), yang
menurut peraturan ketenagakerjaan seorang WNA dilarang rangkap jabatan.
Kedua perusahaan ini (PT CBJ dan PT UBC) berada dalam satu gedung di
Cireundeu, Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
"Saya juga akan melaporkan Hittesh Chhaya kepada pihak imigrasi untuk dapat
dideportasi karena melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia," tegas Putut
Prabantoro. Selain akan melaporkan ke pihak imigrasi,
Putut Prabantoro juga akan melaporkan kasus PHK ini kepada Wakil Gubernur DKI,
Basuki Tahja Purnama (Ahok). Bahkan Putut Prabantoro juga mengajak Toga
Sibuea yang menjabat sebagai Kepala Seksi Hubungan Industrial dan
Kesejahteraan Pekerja, Disnakertrans Jakarta Utara, untuk bersama-sama melaporkan kasus ini ke Ahok.
Kasus PHK itu adalah buntut dari tidak dibayarnya Jamsostek
Setelah kasus “Kuali Yuki” yang menghebohkan dunia ketenagakerjaan nasional, kini
polemik baru di dunia perburuhan kembali muncul,sebagai tindak kesewenang-wenangan pengusaha.
Lilik Siswadi, karyawan PT Unimax CiptaBusana, anak PT Maxistar Intermoda Indonesia, yangdiduga menjadi korbannya. Selama 11 tahun bekerja,Lilik mengaku tak pernah dibayarkan Jamsostek olehperusahaannya yang bergerak di bidang tekstil dan
garmen itu.
"Saya bergabung dengan PT Maxistar IntermodaIndonesia sejak 4 Februari 2002 dan kemudian saya dipindahkan ke PT Unimax Cipta Busana pada 1 Januari 2011. Selama sebelas tahun bekerja, saya tidakpernah mendapat kartu kepesertaan jamsostek dari
perusahaan ataupun saldo jaminan hari tua yang setiaptahunnya sebagai bukti kepersertaan," ujar Lilik ,Selasa (14/5).
"Saya menduga ada manipulasi data jumlah tenagakerja yang didaftarkan," sambungnya.
Lilik menjelaskan bahwa selain dirinya, sejumlah rekannya pun mengaku tak pernah dibayarkan oleh PT Unimax Cipta Busana ataupun olehPT Maxistar Intermoda Indonesia, yang operasional kesehariannya dipimpin Hitesh Chhaya itu.
Karena itu, Lilik meminta PT Jamsostek untukmengadakan audit kepesertaan jamsostek di
perusahaannya, berdasarkan data yang valid. Lilik jugaakan melaporkan kasus dugaan pelanggaran inikepada Menteri Tenaga Kerja (Menakertrans),Muhaimin Iskandar.
"Saya juga kasihan dengan rekan-rekan yang sudahkeluar tetapi belum dibayar jaminan hari tuanya,"ujarnya.
Dalam praktik untuk menghindari kewajiban perusahaan dari kepesertaan karyawan ke dalamprogram jamsostek, pengusaha seringkali menggunakan berbagai cara. Selain memang dengan sengaja melanggar hukum dengan tidak membayarkan kepesertaan jamsostek bagi karyawannya, perusahaanjuga seringkali memanipulasi data yang berupa hanya mendaftarkan sebagian karyawan dari total keseluruhan, memalsukan data pengahasilan karyawanyang sesungguhnya agar perusahaan tidak membayar iuran Jamsostek terlampau besar, menganggap jamsostek sama dengan asuransi kesehatan saja
sehingga perusahaan merasa cukup membayar premiasuransi.
Berdasarkan Undang Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, perusahaan yang memiliki tenagakerja lebih dari sepuluh orang wajib membayarkan jamsostek bagi karyawannya tanpa terkecuali. Selainprogram Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),
perusahaan wajib membayar program JaminanKecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) danJaminan Hari Tua (JHT) bagi karyawannya. Pengusahayang secara sengaja ataupun lalai tidak membayarkan jamsostek diancam hukuman pidana.Jamsostek juga
diatur di dalam UU Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003.
Penulis: Fransiskus Saverius Herdiman
Sabtu, 06 Juli 2013
Musnik dan Struktur organisasi PUK SP RTMM SPSI PT. MANOHARA ASRI
Menjelang berakhirnya masa tugas PUK SP RTMM SPSI PT. Manohara Asri periode 2010-2013 yang diketuai bapak Nurul Aini SH. , maka PUK mengadakan MUSNIK atau musyawarah unit kerja untuk memilih ketua baru untuk periode 2013-2016.
Panitia MUSNIK diketuai oleh bapak Fauzi dengan perangkat panitia sbb;
sekretaris: Hadi S.
Bendahara: Swarmi
pendaftaran: Irwan S., Imam,Ayun,Masruchin.
Logistik/akomodasi: Agus wijaya,Titin
Langganan:
Postingan (Atom)