Mencoba Memahami Keputusan MK Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Outsourcing/PKWT
Ketidakpastian pekerja outsourcing untuk bekerja, mendapat imbalan, serta perlakuan layak di perusahaan tempatnya bekerja dinilai melanggar konstitusi atau inkonstitusional.
Hakim MK Achmad Sodiki menilai aturan outsourcing
tidak memberi jaminan bagi pekerja seperti tertuang dalam hukum
perburuhan, yaitu untuk melindungi pekerja atau buruh. Hal inilah yang
diabaikan dalam sistem outsourcing.Achmad Sodiki menjelaskan kalau sistem outsourcing
membuat pekerja kehilangan hak-hak jaminan kerja yang dinikmati
pekerja tetap. Pekerja kontrak borongan, paparnya, kehilangan fasilitas
yang seharusnya diterima sesuai masa kerjanya, karena ketidakjelasan
penghitungan masa kerja. Adapun pengusaha yang mempekerjakan pekerja
kontrak lebih efisien, ditinjau dari keuangan perusahaan. Soalnya,
perusahaan tidak perlu memberi fasilitas sesuai Undang-Undang (UU) Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Atas dasar itu, Sodiki menilai
asas ketidakadilan sangat terlihat dengan berlakunya aturan tersebut.
MK menilai UU Ketenagakerjaan Pasal 65 dan Pasal 66 mengenai
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
akibat sistem kontrak, menyebabkan para pekerja kehilangan jaminan atas
kelangsungan kerja.
Dengan
demmikian, lanjut hakim konstitusi ini, MK meegaskan bahwa UU
Ketenagakerjaan Pasal 65 Ayat 7 Pasal 66 Ayat 2 Huruf b bertentangan
dengan UUD 1945 Pasal 28D Ayat 2 . Pasal-pasal itu yang mengatur
tentang hak mendapat imbalan, perlakukan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar
Sodiki saat membacakan amar putusan di gedung MK, Selasa17 Januari 2012.
Dibawah
ini sedikit diulas mengenai Keputusan Mahkamah Konstitusi Mengenai
Outsourcing/PKWT. Dan berdasarkan padaKeputusan Mahkamah Konstitusi (MK
No. 27/PUU-IX/2011) Tahun 2011, Mahkamah Kostitusi (MK) telah
mengabulkan sebagian uji materil UU tentang Ketenagakerjaan yang
diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter
Listrik Indonesia (AP2ML). Berikut adalah isi amar putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 itu:
Apa Dampak dari Keputusan Mahkamah Konstitusi ini?
Sebelum
melihat dampaknya, lebib baik kita menyimak lebih dulu dua pasal yang
disentuh keputusan ini, yaitu Pasal 65 ayat 7 dan Pasal 66 ayat 2b.
Pertama kita lihat Pasal 65 ayat 7, dan ayat 1 dan 6 karena saling
terkait.
- Pasal 65 ayat 1 berbunyi, "Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis."
- Pasal 65 ayat 6 berbunyi, "Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya."
- Pasal 65 ayat 7, "Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59."
Keputusan Mahkamah Konstitusi ini juga terkait dengan Pasal 59 yang berbunyi demikian:
(1)Perjanjian
kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
- pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
- pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
- pekerjaan yang bersifat musiman; atau
- pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4)
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya
boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
(5)
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja
waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara
tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6)
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan
setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya
perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama
2 (dua) tahun.
(7)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Keputusan mahkamah Konsitusi juga menyentuh Pasal 66. Pasal 66 ayat 2
berbunyi: "Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasapekerja/buruh;
- perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
Dengan
dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011
ini, maka istilah "Perjanjian kerja waktu tertentu" tidak dapat lagi
dimuat pada Pasal 65 ayat 7 dan pada pasal 66 ayat 2b. Dengan kata
lain konsep outsourcing tidak berlaku terhadap pekerjaan apapun,
kecuali memenuhi kriteria Pasal 59. Pekerjaan office boy, accounting,
admin assistant atau sekretaris tidak dapat lagi di-outsourcing. Itu
semua menjadi pekerjaan waktu tidak tetap sebab pekerjaan itu bukan
musiman, bukan juga untuk sementara...Berita baik buat pekerja
outsourcing. Kita lihat saja bagaimana praksisnya di lapangan....
Sumber : SPKT Muara Enim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar