- Ketua Yayasan Lembaga
Perlindungan Konsumen
Indonesia (YLPKI) Jawa
Timur, Said Utomo
mengatakan apa yang
dilakukan BPJS dengan
menarik iuran sebagai
bentuk pengingkaran UU
dan untuk masyarakat yang
keberatan, dapat mengadu
ke MA.
"Bagi masyarakat yang
merasa dirugikan oleh
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) bisa
mangajukan judicial review
ke Mahkamah Agung (MA)
sebagai bentuk penolakan
terhadap kenaikan iuran
BPJS," ujar Said Utomo,
Selasa (22/3/2016).
Ia menjelaskan, Dalam UU
1945 menyebutkan bahwa
negara wajib memberikan
jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Namun dalam prakteknya itu
tidak dilakukan justru
membebankannya pada
rakyat.
"Masyarakat berhak lakukan
judicial review untuk
batalkan putusan presiden.
Kenaikan ini bisa dianggap
bertentangan dengan UUD
1945. Karena tanggung
jawab pemerintah
memberikan layanan
kesehatan yang layak,"
jelasnya.
Ia mengatakan, terkait
devisitnya BPJS sebenarnya
bukan tanggung jawab
rakyat. Pemerintah
mempunyai andil agar
rakyat tidak terbebankan.
Dengan menaikan iuran
bulanan, itu artinya
pemerintah telah menambah
beban masyarakat.
"Padahal saat ini, kondisi
masyarakat sudah sangat
memprihatinkan, pasca
naiknya harga BBM, krisis
ekonomi hingga PHK massal,
mana ini keadilan
pemerintah," tanya nya.
Diketahui, pemerintah
berencana menaikkan iuran
BPJS kesehatan. Rinciannya,
peserta Mandiri BPJS
Kesehatan untuk kelas I dari
Rp 59.500 menjadi Rp
80.000, kelas II dari Rp
42.500 menjadi Rp 51.000
dan kelas III dari Rp 25.500
menjadi Rp 30.000.
Iuran peserta penerima
bantuan iuran (PBI) serta
penduduk yang didaftarkan
pemerintah daerah juga
mengalami kenaikan, dari
sebelumnya Rp 19.225
menjadi Rp 23 ribu. Namun
kenaikan iuran bagi peserta
PBI tersebut sudah berlaku
sejak 1 Januari lalu.
sumber : BeritaJatim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar