Oblik Pekerja
Bekerja Demi kesejahteraan jasmani dan rohani
Jumat, 28 Maret 2025
Sistem Takdir : Permainan Video Game Dari Programmer Yang Maha Canggih
Kamis, 02 Januari 2025
Mahkamah Konstitusi Hapus Presidensial Threshold
Kamis, 19 Desember 2024
Daftarkan Diri Sebagai Peserta PBI BPJS kesehatan?, Begini caranya
UMK 2025 , Surabaya dan Sekitarnya
Senin, 18 Januari 2021
Imbas Banyak PHK, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Capai Rp 36,5 Triliun
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) Agus Susanto mengatakan, terjadi lonjakan pembayaran klaim atau jaminan, imbas dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang 2020 akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Adapun dana klaim yang diberikan sebesar Rp 36,5 triliun atau terjadi peningkatan 20,01 persen. Dengan rincian, klaim untuk JHT mencapai Rp 33,1 triliun untuk 2,5 juta kasus, Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 34,7 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 1,35 triliun.
Kemudian, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 221,7 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 1,55 triliun, dan Jaminan Pensiun (JP) sebanyak 97,5 ribu kasus dengan nominal sebesar Rp 489,47 miliar.
"Tentunya kami akan selalu optimis dengan tetap waspada terhadap tantangan-tantangan yang mungkin akan muncul di depan, seperti dengan mewujudkan transformasi digital berkelanjutan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (18/1/2021).
"Tahun 2021 ini harus bisa dijadikan titik balik pulihnya perekonomian Indonesia setelah didera pandemi. BP Jamsostek siap mendukung upaya ini agar perlindungan menyeluruh pekerja Indonesia dapat segera terwujud," sambung Agus.
Menilik kinerja kepesertaan, sebanyak 50,72 juta pekerja telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir Desember 2020. Sementara dari sisi perusahaan peserta atau pemberi kerja, pada periode yang sama capaian yang diraih mencapai 683,7 ribu perusahaan.
Melalui inisiatif Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai), BP Jamsostek juga mendorong kepesertaan pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM).
Terhitung sejak 2017 sampai dengan akhir Desember 2020, Perisai ini telah berkontribusi positif terhadap kepesertaan sebesar 1,6 juta peserta dengan total iuran Rp 364,2 miliar yang dilakukan oleh 4.694 Perisai aktif yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sementara untuk perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) terhitung Desember 2020, sebanyak 376,6 ribu PMI telah terlindungi oleh program BPJS Ketenagakerjaan dengan nilai iuran mencapai Rp 31,9 miliar.
"Walaupun banyak terjadi PHK akibat berkurangnya pendapatan usaha sebagai dampak dari pandemi Covid-19, BP Jamsostek tetap dapat melakukan akuisisi peserta sebanyak 17,4 juta untuk tahun 2020," jelas Agus.
Sumber : Kompas
Kamis, 07 Januari 2021
Para Eksekutif Top di Inggris dibayar 115 kali lipat Upah pekerja
Selasa, 05 Januari 2021
Serikat pekerja baru bernama Alphabet Workers Union
Senin, 04 Januari 2021
karyawan Google Membentuk Serikat
Dua insinyur perangkat lunak Google mengumumkan bahwa mereka akan membentuk serikat pekerja yang terbuka untuk semua karyawan Alphabet, perusahaan induk Google, dan mengungkapkan raksasa teknologi itu berkolaborasi dengan pemerintah yang represif, dalam contoh kasus, salah menangani tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan para eksekutif dan pelanggaran lainnya.
"Sudah terlalu lama, ribuan Karyawan di Google - dan dari anak perusahaan Alphabet lainnya- telah diabaikan hak-haknya di tempat kerja oleh para eksekutif," tulis insinyur Parul Koul dan Chewy Shaw. "Atasan kami ... telah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk digunakan oleh Departemen Pertahanan dan mendapatkan keuntungan dari iklan para kelompok pembenci. Mereka gagal melakukan perubahan yang diperlukan untuk mengatasi masalah rasial yang menjadi perhatian kami. "
Dua ratus dua puluh enam karyawan Alphabet telah menandatangani kartu serikat pekerja dari Communications Workers of America, yang berarti para pekerja sedang dalam proses untuk diakui sebagai anggota serikat, tulis Koul dan Shaw.
CWA adalah organisasi advokasi anggota Serikat Pekerja yang demokratis yang mewakili 700.000 pekerja di sektor swasta dan publik (Negara). Mencakup 2.000 Serikat pekerja kontrak , para anggota CWA bekerja di sektor telekomunikasi dan teknologi tinggi (IT) , penyiaran dan televisi kabel, perawatan dan kesehatan , pendidikan tinggi, maskapai penerbangan, layanan publik, penegakan hukum, manufaktur, dan bidang lainnya.
Communications Workers of America
"Alphabet terus membungkam mereka yang berani berbicara, dan mencegah pekerja berbicara tentang topik sensitif dan penting secara publik, seperti antitrust dan kekuatan monopoli," tulis Koul dan Shaw." segelintir eksekutif kaya,ada perilaku diskriminatif dan tidak etis di lingkungan kerja, dengan mengorbankan pekerja yang rentan karena memiliki kekuatan berorganisasi yang lemah, seperti pekerja kulit hitam, cokelat, queer, trans, penyandang disabilitas, dan perempuan. "
Jumat, 12 Juni 2020
Jualan Motor Anjlok, Bagaimana Nasib Pekerja Pabrik Honda?
Di tengah pandemi Corona Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi ancaman bagi industri otomotif, termasuk sepeda motor.
Hingga akhir tahun 2020, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memproyeksi akan terjadi penurunan penjualan motor sampai 40-45 persen, atau hanya menjadi 3,5 hingga 3,9 juta unit saja.
"Kita coba perkirakan total market memang susah sekali untuk menentukannya karena segala sesuatu terus bergerak, tapi dari kesepakatan kita di AISI total market itu diperkirakan akan turun 40 sampai 45 persen, kira-kira 3,6 sampai 3,9 juta," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia ( AISI) Johannes Loman saat diskusi virtual, Kamis (11/6/2020).
Menukiknya penjualan juga dirasakan PT Astra Honda Motor, yang sampai harus mengoreksi target.
"Dari kondisi kita yang normal juga terdapat penurunan di kita, bulan lalu selama pandemi turun signifikan bisa sampai 60 sampai 70 persen," ujar Direktur Pemasaran PT AHM Thomas Wijaya saat diskusi virtual, Kamis (11/6/2020).
Namun di tengah penurunan yang signifikan, Thomas mengatakan para pekerja Astra Honda masih aman, dan tak ada PHK karyawan.
"Sampai sejauh ini kami mempertahankan kondisi tenaga kerja kita, sebisa mungkin bertahan," tutur Thomas.
Pabrik Astra Honda kini kembali ngebul setelah tutup di masa PSBB namun tetap mengutamakan protokol kesehatan.
"Sekarang di bulan juni ini kita mulai beroperasi secara penuh, tentu baik dari sisi produksi maupun jaringan kita benar-benar memperhatikan protokol kesehatan,"
Jumat, 24 November 2017
Tentang Outsourcing (3)
PERLINDUNGAN HUKUM
Pengaturan pelaksanaan outsourcing bila dilihat dari segi hokum ketenagakerjaan seperti apa yang disebutkan diatas adalah untuk memberikan kepastian hokum pelaksanaan outsourcing dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan kepada pekerja, sehingga adanya anggapan bahwa hubungan kerja pada outsourcing selalu menggunakan PKWT/kontrak sehingga mengaburkan hubungan industrial adalah tidak benar.
Pelaksanaan hubungan kerja pada outsourcing telah diatur secara jelas dalam pasal 65 ayat (6) dan (7) dan pasal 66 ayat (2) dan (4) UU Ketenagakerjaan. Memang pada keadaan tertentu sangat sulit untuk mendefinisikan/menentukan jenis pekerjaan yang dikatagorikan PENUNJANG. Hal tsb dapat terjadi karena perbedaan persepsi dan adakalanya juga dilator belakangi oleh kepentingan yang diwakili untuk memperoleh keuntungan dari kondisi tsb. Disamping itu bentuk-bentuk pengelolaan usaha yang sangat bervariasi dan beberapa perusahaan multi nasional dalam era globalisasi ini membawa bentuk baru kemitraan usahanya semakin menambah tsb. Oleh karena itu melalui Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (5) UU Ketenagakerjaan diharapkan mampu mengakomodir/memperjelas dan menjawab segala sesuatu yang menimbulkan kerancuan dengan mempertimbangkan masukan dari semua pihak pelaku proses produksi barang maupun jasa.
Selain dari upaya itu, untuk mengurangi timbulnya kerancuan, dapat pula dilakukan dengan membuat dan menetapkan skema proses produksi barang dan jasa sehingga dapat ditentukan pekerjaan pokok/utama(core business); yang diluar itu berarti pekerjaan penunjang. Dalam hal ini untuk menyamakan persepsi perlu dikomunikasikan dengan pekerja dan Serikat Pekerja serta instansi terkait untuk kemudian dicantumkan dalam Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama.
PENUTUP
Pengaturan outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaannya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hokum dan sekaligus memberikan perlindungan bagi pekerja. Bahwa dalam prakteknya ada yang belum terlaksana sebagaimana mestinya adalah masalah lain dan bukan karena aturannya itu sendiri.
Oleh karena itu untuk menjamin terlaksananya secara baik sehingga tercapai tujuan untuk melindungi pekerja, diperlukan pengawasan yang intensif, baik oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan maupun oleh masyarakat, disamping perlunya iktikad baik semua pihak.
Tentang Outsourcing (2)
Praktek outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat, sebagai berikut:
1) Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis;
2) Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat:
a.Apabila bagian pekerjaan tersebut terpisah dari kegiatan utama;
b.Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang, dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama perusahaan secara keseluruhan sehingga kala dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung; dan
c.Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.
Semua persyaratan diatas bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat dioutsourcingkan.
3) Perusahaan penerima pekerjaan harus BERBADAN HUKUM. Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerja sebagaimana mestinya sehingga pekerja menjadi terlantar. Oleh karena itu BERBADAN HUKUM menjadi sangat penting agar tidak bias menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan tidak berbadan hokum dan bagian pekerjaan yang dioutsourcingkan tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut diatas, maka status hubungan kerja yang semula dengan perusahaan penerima pekerjaan, demi hokum beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan;
4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja pada perusahaan penerima pekerjaan sekurang-kurangnya sama dengan pekerja pada perusahaan pemberi kerja dimaksudkan agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja, baik perusahaan pemberi maupun di perusahaan penerima pekerjaan karena pada hakekatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat-syarat kerja, upah, perlindungan kerja yang lebih rendah.
5) Hubungan kerja yang terjadi pada outsourcing adalah antara pekerja dengan perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam Perjanjian Kerja Tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya PKWTT(Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu)/tetap, akan tetapi dapat pula dilakukan PKWT(perjanjian Kerja Waktu Tertentu)/kontrak apabila memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materiiil sebagaimana diatur dalam pasal 59 UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003. Dengan demikian maka hubungan kerja pada outsourcing tidak selalu dalam bentuk PKWT/kontrak, apalagi akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan bahwa outsourcing selalu dan sama dengan PKWT.
Perusahaan penyedia jasa pekerja, yang merupakan salah satu bentuk dari outsourcing, harus dibedakan dengan LEMBAGA PENEMPATAN TENAGA KERJA SWASTA(labour supplier) sebagaimana diatur dalam pasal 35, 36, 37, 38 UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003, dimana apabila tenaga kerja telah ditempatkan, maka hubungan kerja yang terjadi sepenuhnya adalah pekerja dengan perusahaan pemberi kerja, bukan dengan Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta tersebut.
Dalam pelaksanaan penyediaan jasa pekerja, perusahaan pemberi kerja tidak boleh mempekerjakaan pekerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan dimaksud antara lain: Usaha pelayanan kebersihan, usaha penyediaan makanan bagi pekerja, usaha tenaga pengamanan, usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan serta usaha penyedia angkutan pekerja.
Disamping persyaratan yang berlaku untuk pemborongan pekerjaan, perusahaan penyedia jasa pekerja bertanggung jawab dalam hal perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
Tentang Outsourcing (1)
Oleh : Muzni Tambusai
PENGANTAR
Perkembangan ekonomi global dan kemajuan tehnologi yang begitu cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang ketat dan terjadi di semua lini. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respon yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan.
Untuk itu diperlukan suatu perubahan structural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rending kendali manajemen, memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, effisien dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau demikian muncul kecenderungan outsourcing, yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian pekerjaan yang tadinya dilakukan sendiri kepada perusahaan lain, yang kemudian disebut sebagai perusahaan penerima pekerjaan.
Praktek sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja. Oleh karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak, upah yang rendah, jaminan social kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, dll sehingga memang benar kalau dalam keadaan seperti itu dikatakan praktek outsourcing akan menyengsarakan pekerja dan membuat kaburnya hubungan industrial.
Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya UU Ketenagakerjaan NO 13 tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hokum terhadap pekerja dalam pelaksanaan outsourcing. Kalaupun ada barangkali Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: 2 tahun 1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu(KKWT), yang hanya merupakan satu aspek dari outsourcing.
Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan NO: 13 tahun 2003 belum menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks, namun setidak-tidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan social dan perlindungan kerja lainnya serta dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.
PELAKSANAAN OUTSOURCING
Dalam beberapa tahun terakhir ini pelaksanaan outsourcing dikaitkan dengan hubungan kerja sangat banyak dibicarakan oleh pelaku proses produksi barang maupun jasa dan oleh pemerhati, karena outsourcing banyak dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya pekerja(labour cost) dengan perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh di bawah dari yang seharusnya diberikan sehingga sangat merugikan pekerja.
Pelaksanaan outsourcing yang sedemikian dapat menimbulkan keresahan pekerja dan tidak jarang diikuti dengan tindakan mogok kerja, sehingga maksud diadakannya outsourcing seperti apa yang disebutkan diatas menjadi tidak tercapai, oleh karena terganggunya proses produksi barang maupunjasa.
Terminologi outsourcing terdapat dalam pasal 1601 b KUH Perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian pemborongan pekerjaan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang kesatu, pemborong, mengingatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang memborongkan pekerjaan dengan bayaran tertentu. Sementara dalam UU Ketenagakerjaan NO 13 tahun 2003 secara eksplisit tidak ada istilah outsourcing, tetapi praktek outsourcing dimaksud dalam Undang-Undang ini dikenal dalam 2(dua) bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja sebagaimana diatur dalam pasal 64,65 dan 66.
Praktek outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat, sebagai berikut:
1) Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis;
2) Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat:
a.Apabila bagian pekerjaan tersebut terpisah dari kegiatan utama;
b.Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang, dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama perusahaan.