BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Pensiun Perlu Penyelarasan Aturan
Jakarta, Selasa 26 Juni 2012, Suara Karya -
Selasa,
26 Juni 2012
JAKARTA
(Suara Karya) : Pelaksanaan program-program jaminan sosial yang diselenggarakan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memerlukan penyelarasan
peraturan dan perundang-undangan, di antaranya program dan jaminan pensiun (JP)
untuk pekerja formal di perusahaan swasta dan BUMN atau unit usaha lainnya.
Selama
ini program jaminan pensiun belum pernah diselenggarakan oleh badan usaha milik
negara (BUMN) penyelenggara jaminan sosial, seperti PT Jamsostek (Persero). Di
sisi lain, pelaksanaan jaminan pensiun juga menimbulkan konsekuensi tuntutan
diperlukannya penyesuaian terhadap pelaksanaan jaminan hari tua (JHT).
Seperti
diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, akan
dibentuk BPJS Kesehatan yang merupakan hasil transformasi dari PT Askes
(Persero) serta BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi dari PT
Jamsostek (Persero). BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan
untuk seluruh masyarakat, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan empat
program jaminan sosial, yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian
(JK), JHT, dan JP. Saat ini, Jamsostek menyelenggarakan empat program sosial,
yakni JKK, JK, JHT, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun, pada 1 Januari
2014 (pengoperasioan BPJS Kesehatan), program JPK akan dialihkan ke BPJS
Kesehatan.
Hal ini
terungkap dalam diskusi bertema Jaminan Hari Tua dalam rangka operasional BPJS
Ketenagakerjaan yang diselenggarakan Jamsostek Journalists Club (JJC) di
Jakarta, kemarin. Tampil sebagai pembicara anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN) Djoko Sungkono serta Direktur Pengupahan dan Jamsostek
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Wahyu Indrawati.
Juga
turut hadir pada acara diskusi ini, di antaranya Ketua Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (K-SPSI) Sjukur Sarto serta Ketua Umum Federasi Serikat
Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff serta pemangku kepentingan lainnya dalam
program jaminan sosial.
Penyelarasan
terhadap peraturan dan perundang-undangan yang ada diperlukan untuk melaksanaan
JHT dan JP. Hal ini dikarenakan kedua program juga diatur dalam sejumlah produk
undnag-undang. Setidaknya dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS serta UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Jika
tidak diselaraskan, maka dikhawatirkan peraturan pelaksana untuk JHT dan JP
yang merupakan peraturan turunan dari UU SJSN dan UU BPJS, akan tumpang tindih
dan pelaksanaannya bisa menjadi tidak efektif. Apalagi ini terkait biaya untuk
iuran (premi) jaminan sosial yang harus dikeluarkan pihak-pihak terkait.
Pertanyaan
yang mendasar dan perlu jawaban adalah apakah jaminan pensiun menjadi program
wajib atau pilihan (opsional) bagi perusahaan dan pekerja. Pertanyaan lain,
siapa yang membayar iuran jaminan pensiun?, kata Ketua Apindo Hasanuddin
Rachman.
Terkait
hal ini, anggota DJSN Djoko Sungkono mengatakan, penyelarasan peraturan dan
perundang-undangan akan dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM jika peraturan
pelaksana UU BPJS sudah memasuki tahapan rancangan. Saat ini, DJSN beserta
kementerian teknis terkait (Kementerian Kesehatan dan Kemenakertrans)
menyiapkan rancangan peraturan pemerintah, peraturan/keputusan presiden, serta
peraturan lainnya tentang program-program jaminan sosial yang akan
diselenggarakan BPJS.
Djoko
lantas memastikan pemerintah dan DJSN secara terbuka menampung masukan dan
saran serta aspirasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk dari pihak
pengusaha dan pekerja. Untuk itu, DJSN beserta kementerian terkait secara intensif
melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama untuk
menyosialisasikan rencana pelaksanaan SJSN oleh BPJS.
Di sisi
lain, DJSN juga selalu mengingatkan kondisi objektif serta kesiapan pemerintah,
pengusaha, dan pekerja dalam melaksanakan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Khusus
untuk program-program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketanagakerjaan
memang perlu dipersiapkan petunjuk teknis secara detail dan diterima oleh
pihak-pihak terkait.
((Andrian) )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar