Sebenarnya sejak awal Winardi tidak setuju dengan kebijakan Ryo yang menawarkan opsi dilematis pada pekerja. Membuat mereka serba sulit. Dirinya yang sejak lama komit dengan kesejahteraan pekerja juga dihinggapi dilema. Tapi sebagai bagian dari manajemen dia harus mendukung atasan seratus persen walau hati nuraninya menentang.
Sempat dia mengungkapkan pada Maksum betapa gilanya ide dari Ryo.Ekstrim dan menabrak aturan. Tapi Winardi juga berpesan pada Maksum agar sebisa mungkin tidak sampai menempuh jalur hukum. Sebab para pekerja akan kalah dana dan kalah waktu. Jalur hukum tidak bisa ditempuh sehari dua hari tapi bisa sampai bertahun-tahun. Di situlah para pekerja akan tidak tahan berurusan dengan hukum tanpa dana yang
cukup. Apa mereka tidak butuh biaya untuk keluarga mereka? Bagaimana mereka dapat penghasilan kalau terus-terusan mengurusi kasus ketenagakerjaan yang mereka hadapi?.Winardi menghimbau agar Maksum melakukan pendekatan kooperatif untuk melunakan hati Ryo, bila perlu para investor yang ada dibelakang
Ryo. Cukup bipartit. Namun upaya merayu manajemen tidak jua ketemu titik yang melegakan.
Manajemen selalu berdalih punya dasar hukum yang kuat untuk menawarkan opsi itu kepada para pekerja. Dasarnya adalah PKB yang ditafsirkan secara tidak patut dan tidak mengindahkan peraturan yang lain. Dikait-kaitkan dengan perjanjian kredit yang dibuat manajemen terdahulu dengan investor, yang katanya berhubungan dengan satu pasal dalam PKB yang melibatkan serikat pekerja.
bersambung ke Outsourthings (bag. 18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar