Friday, June 24, 2011
Ada gelar baru bagi Gubernur Jawa Timur, Pak De Karwo seusai menandatangani MOU (Memorandum of Understanding) dengan PT Nestle Indonesia di Jenewa selasa yang lalu. Tentu saja gelar ini bukan resmi, tetapi gelar ''de facto'' yang dianugerahkan oleh para diplomat RI di Swiss, setidaknya mereka yang ikut menghadiri acara penandatanganan MOU di Berne Room, hotel Inter Continental Geneva, yang juga disaksikan oleh Presiden RI.
Tentu gelar itu tidak sembarangan saja disampaikan oleh kalangan elite korps diplomatik, namun berdasar pengamatan atas kiprah nyata dalam usaha memajukan investasi, wisata dan perdagangan antara Jawa Timjur dan Swiss. Gubernur Soekarwo adalah pejabat yang paling inovatif, kreatif dan cepat mengambil keputusan dalam banyak hal yang menyangkut usaha memajukan daerahnya.
''MOU ini dirintis sejak pak de Karwo berkunjung ke Nestle bulan September tahun lalu, dan di follow up oleh Dubes RI untuk Swiss dalam pertemuan dengan pejabat tinggi Nestle bulan Januari yang lalu, dan sekarang menghasilkan kesepakatan yang kongkrit,, ujar Taufiq Rodhy, pejabat fungsi ekonomi KBRI Swiss yang menangani seluk beluk persiapan MOU tersebut.
Taufiq menyebutkan, pak de Karwo adalah gubernur yang juga paling cepat menanggapi usulan dan saran saran untuk memajukan invetasi dan perdagangan antara Jatim dan Swiss. Jika gubernur lain membalas surat saja mungkin tidak, maka pak de Karwo malahan ''menantang'' KBRI untuk segera membuat ''plan of action'' yang nyata.
''Sekarang saatnya untuk action, bukan hanya sekedar berdiskusi saja. rakyat menunggu action yang nyata'' kata pak de Karwo dalam perbincangannya yang ''menantang'' KBRI Swiss.
Tantangan orang nomor satu di Jatim ini mendapat sambutan hangat pihak KBRI Swiss. Dubes Djoko Susilo dengan cepat mengambil langkah follow up dengan melobby Mr.Frits van Dijk, wakil presiden Nestle, dalam pertemuannya di markas besar Nestle di Vevey pada tanggal 7 Januari yang lalu. Mr.van Dijk ini orang Belanda yang ternyata lahir di Bogor. Jadi, dia cukup mengenal dan bersimpati dengan Indonesia. Malahan, dalam berbagai kesempatan, dia sering mempromosikan agar perusahaan Swiss berinvestasi di Indonesia.
''Masa depan bisnis di Indonesia sangat cerah. Politik dan pmerintahannya stabil, negara ini merupakan negara demokrasi yang ketiga terbesar di dunia, dan mempunyai sumber daya alam dan manusia yang luar biasa banyaknya'' kata van Dijk sewaktu berceramah di depan KADIN Swiss - Asia beberapa waktu lalu.
Oleh karena Mr.van Dijk sudah menunjukkan sikapnya yang sangat simpatik dengan Indonesia, saya memutuskan menemuinya awal tahun ini. Saya tahu Nestle sangat unggul dalam teknologi dairy products dan aneka produk coklat. Maka saya merayu beliau agar bersedia menularkan ilmunya ke pihak Indonesia. Sebab, menurut van Dijk, kapasitas produksi susu Nestle dipabriknya di Kejayan, Pasuruan bisa ditingkatkan sampai 1,4 juta ton per hari. Hanya saja sayangnya karena mutu susu lokal masih kurang bagus, sebagian susu untuk bahan dasar produksi Nestle itu masih diimpor dari Australia dan New Zealand.
''Saya kira itu bukan tindakan yang bagus,. yang terbaik adalah menggunakan susu lokal 100 persen. jika masalahnya tingkat kualitas dan produktivitas, ya itu yang kita bereskan'' kata saya waktu melobby Nestle.
Ternyata Mr.van Dijk sepakat dengan pemikiran saya. Jangka panjang Nestle juga lebih baik mengandalkan pasokan susu domestik, bukan makin meningkatkan impor dari Australia dan New Zealand. Hal yang sama juga berlaku untuk produk coklat, meski sebenarnya Nestle tidak langsung mengolah biji kakao menjadi produk akhir. Tetapi demi membantu petani dan peternak, Nestle menyanggupinya dengan langkah awal menggelar workshop di Surabaya dan Makasar.
''Syaratnya satu: harus didukung pemerintah pusat dan lokal agar program ini sukses. kami akan all out membantu pelaksanaannya '' kata boss Nestle itu.
Tanpa mohon ''petunjuk'' atau ''arahan'' dari pejabat manapun, saya menyanggupinya. saya yakin langkah saya pasti akan mendapat dukungan, setidaknya Gubernur Soekarwo saya yakin akan mendukung program ini. Maka, bulan Februari yang lalu, saya mengirim Taufiq Rodhy, Pejabat Fungsi Ekonomui KBRI Swiss untuk ke Surabaya. Disana dia menemui sejumlah Pejabat Jatim yang terkait dengan soal dairy products, dan seperti dugaan saya, Gubernur Soekarwo sangat mendukung program ini.
''Pak Gubernur sangat antusias mendukung program ini, malahan siap meneken MOU dengan Nestle ketika Presiden berkunjung ke Jenewa nanti. Beliau benar - benar Man of Actions Pak Dubes'' lapor Taufiq setelah kembali dari pertemuan di Surabaya.
Sejak itu, KBRI Swiss mendeklarasikan Pak De Karwo itu sebagai man of Action. Nyatanya apa yang kami gagas itu juga didukung kawan - kawan diplomat yang bertugas di Jenewa. Mereka melihat bahwa Pak De bukan hanya Man of Action, tetapi Man of Full Humor. Sikap Humoris ini terbukti manjur mencairkan suasana ketika ngobrol dengan para pejabat tinggi yang sedang berada di hotel Intercontinental hari Selasa lalu menjelang penanda tanganan MOU. Apalagi, dia dapat pasangan kawan saya Abdul Wachid Maktub, tokoh asal Bangkalan yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Qatar. Gubernur dan ex Dubes kawan saya itu ternyata mampu membuat suasana segar diantara para pejabat tinggi yang hadir, diantaranya Menkopolhukam Djoko Suyanto, MenteriPerindustrian MS.Hidayat, Menakertrans. Muhaimin Iskandar yang mendengar langsung ''humor asli Madura''-
Sebagai tokoh yang dapat gelar Man of Actions, hasil kunjungan Pak De Karwo ke Nestle tahun lalu memang kongkrit. Dalam MOU yang diteken tersebut disepakati bahwa pemprop Jatim akan melakukan mapping daerah pengembangan persusuan, Pemprop Jatim juga akan memanfaatkan dana murah untuk membantu pengadaan bibit ternak sapi perah yang berkualitas, meningkatkan mutu dan memfasilitasi pengembangan persusuan yang berwawasan lingkungan dan sebagainya. Sedang pihak Nestle akan memberikan bantuan teknis dan menampung hasil produksi susu yang dihasilkan petani di Jatim yang mutunya sudah ditingkatkan. Di masa depan, diharapkan Nestle tidak lagi mengimpor susu mentah dari Australia atau New Zealand lagi. Dengan demikian diharapkan kesejahteraan peternak sapi perah di Jatim akan meningkat.
Saking bersemangatnya, sebenarnya Pak De Karwo tidak puas hanya dengan MOU di bidang susu yang resminya diberi judul ''Sustainable Dairy Development in East Java''. Dia sebenarnya juga ngotot untuk memajukan industri kakao di Jatim. diharapkan, publik juga mengetahui bahwa Jatim juga menghasilkan kakao, tidak kalah dengan Sulawesi Selatan. Yang jelas, memang berkat kengototan Pak De, kopi Bondowoso Jatim sekarang sudah masuk pasaran Swiss dengan ekspor perdana minggu lalu.
Saya sendiri terkadang merasa seolah olah menjadi ''Dubes Jatim''. Mengapa begitu? sebab dari berbagai program kegiatan yang saya kirimkan ke berbagai pemerintah propinsi, pemprop Jatim lah yang paling cepat menjawab dan merespons. Salah satunya, saya minta dikirimi baju pengantin adat daerah untuk promosi budaya. Hanya pemprop Jatim yang mengirim. Saya juga minta dikirim koki untuk promosi kuliner Indonesia, Pak De Karwo juga yang menyanggupi. Waktu saya katakan akan membawa buyer Swiss asal ada yang mengatur di daerah untuk mengunjungi beberapa sentra industri, Pak De juga yang siap in action. Bahkan waktu Presiden Swiss ke Surabaya tahun lalu, Pak De pun meminta saya meneken MOU antara pemprop Jatim dengan KBRI Swiss yang tujuannya mempermudah investasi dan bisnis dari Swiss ke Jatim. Saya tidak tanya kanan dan kiri langsung setuju saja, meski ada juiga beberapa rekan Dubes yang tidak berani mengambil sikap.
Saya sangat beruntung dengan sikap Gubernur Soekarwo yang menitik beratkan action dari pada berdiskusi. Mungkin karena tidak biasa menghadiri diplomatic functions atau lobbying seperti yang kami kerjakan, sehabis meneken MOU, saya lihat Pak De Karwo agak kelelahan. Akhirnya dia mengajak saya merokok, meski saya tidak pernah merokok, di teras hotel. saya pun hanya dengan tersenyum menemaninya sambil minum kopi.
''Pak De, congratulation, we declare you as a man of action. ini sikap bulat para diplomat'' kata saya sambil menyalaminya. Pak De hanya tersenyum sambil menyedot rokoknya dalam - dalam. (*)
Sumber Foto : Hedi Priamajar (PTRI Jenewa)
By Djoko Susilo with No comments
Tidak ada komentar:
Posting Komentar