Jakarta, HanTer - Pemerintah bersama DPR telah mensahkan Rancangan
Undang-Undang Kesehatan Jiwa (RUU Keswa) menjadi UU pada Rabu (8/7) lalu.
Namun, kalangan DPR menilai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
belum melayani pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Meski demikian,
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan membantahnya.
Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa Kemenkes, dr. Eka Viora, SpKJ,
mengatakan, BPJS Kesehatan sudah melayani pasien ODGJ. Bahkan, ia
mengklaim dengan progran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
merupakan amanat dari UU SJSN dan UU BPJS, seluruh masyarakat yang sudah
menjadi peserta JKN, wajib dilayani. "ODGJ sudah tercover oleh BPJS. UU yang sudah
ada juga mewajibkan Puskesmas, Rumah Sakit (RS), Klinik layani ODGJ. Tidak boleh
diskriminasi," tegas dr. Eka saat dihubungi Harian Terbit, Rabu (9/7).
Dia mengungkapkan, saat ini yang menjadi masalah dalam penanganan ODGJ adalah
tidak meratanya akses pelayanan kesehatan seperti sulit mencari pertolongan
pertama oleh ODGJ, belum semua daerah memiliki Puskesmas rujukan ke RS, RS Jiwa
baru sekitar 28 provinsi dengan 33 rumah sakit jiwa milik pemerintah dan 12 rumah
sakit dikelola swasta. "Dengan adanya UU Keswa ini, semua itu akan diatasi dan kami
atur," ujarnya.
Dia melanjutkan, penanganan ODGJ ini juga sedikit terhambat oleh masalah
gelandangan yang di dalamnya terdapat juga ODGJ. Sebab, masih ada para ODGJ
yang belum tercover sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN karena
tidak memenuhi persyaratan seperti alamat tidak jelas, tidak memiliki identitas dan
lainnya.
"Ini yang akan kita atur dengan membuat Peraturan Presiden (Perpres)
yang mengatur peserta PBI itu tidak harus by nama by addres lagi," tuturnya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, menambahkan, pihaknya
bersedia mengcover seluruh biaya pelayanan kesehatan masyarakat dalam
program JKN apabila sesuai prosedur dan indikasi diagnosa medis. Sebab, katanya,
ODGJ adalah satu dari banyak penyakit yang dahulunya ditanggung oleh Asuransi
Kesehatan (Askes). "Orang biasa kemudian tiba-tiba gila, itu ditanggung (dicover) JKN
BPJS. Tapi kalau gila karena ketergantungan alkohol (narkoba) tidak
ditanggung," kata Irfan.
Dia menjelaskan, didalam Perpres No.111/2013 tentang jaminan kesehatan,
memang tidak secara spesifik menyebutkan ODGJ. Namun, di dalam Perpres tersebut di
spesifikan mulai promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ditanggung BPJS sebagai
kebutuhan dasar kesehatan.
"Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)No.69/2013 tentang tarif layanan, ada
penyakit dan diagnosanya persyaratannya. Pada intinya kalau sudah menjadi peserta
JKN, kita mengcovernya," pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan, Zuber
Safawi berharap dengan disahkannya RUU Keswa menjadi UU, maka BPJS
dapat turut mengcover ODGJ. "Walaupun anggaran belum tersedia, namun
kedepannya diharapkan BPJS dapat meng-cover orang dengan gangguan
kejiwaan. Karena orang dengan gangguan jiwa dan orang yang terlantar tetap
mempunyai hak asasi manusia dan kewajiban Negara untuk memeliharanya
sebagai tanggungan dari negara," kata Zuber Safawi.
Selain itu, tambah Zuber, Pemerintah Pusat harus membuat rumah sakit rujukan
minimal tingkat regional satu. Sedangkan provinsi harus membuat satu rumah sakit
kesehatan jiwa di setiap provinsi.
"Ini adalah langkah dan upaya agar menjadi program besar dalam kesehatan. Serta mendorong
pemerintah secara bertahap memenuhi rasio sumber daya manusia di bidang
kesehatan jiwa agar bisa mengcover berbagai kesehatan jiwa," ujar Politisi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
(Robbi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar