Senin, 25 Juni 2012

Tentang BPJS ketenagakerjaan

26/06/2012

BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Pensiun Perlu Penyelarasan Aturan

Jakarta, Selasa 26 Juni 2012, Suara Karya -
Selasa, 26 Juni 2012
JAKARTA (Suara Karya) : Pelaksanaan program-program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memerlukan penyelarasan peraturan dan perundang-undangan, di antaranya program dan jaminan pensiun (JP) untuk pekerja formal di perusahaan swasta dan BUMN atau unit usaha lainnya.
Selama ini program jaminan pensiun belum pernah diselenggarakan oleh badan usaha milik negara (BUMN) penyelenggara jaminan sosial, seperti PT Jamsostek (Persero). Di sisi lain, pelaksanaan jaminan pensiun juga menimbulkan konsekuensi tuntutan diperlukannya penyesuaian terhadap pelaksanaan jaminan hari tua (JHT).
Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, akan dibentuk BPJS Kesehatan yang merupakan hasil transformasi dari PT Askes (Persero) serta BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi dari PT Jamsostek (Persero). BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan empat program jaminan sosial, yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), JHT, dan JP. Saat ini, Jamsostek menyelenggarakan empat program sosial, yakni JKK, JK, JHT, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun, pada 1 Januari 2014 (pengoperasioan BPJS Kesehatan), program JPK akan dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Hal ini terungkap dalam diskusi bertema Jaminan Hari Tua dalam rangka operasional BPJS Ketenagakerjaan yang diselenggarakan Jamsostek Journalists Club (JJC) di Jakarta, kemarin. Tampil sebagai pembicara anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Djoko Sungkono serta Direktur Pengupahan dan Jamsostek Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Wahyu Indrawati.
Juga turut hadir pada acara diskusi ini, di antaranya Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Sjukur Sarto serta Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff serta pemangku kepentingan lainnya dalam program jaminan sosial.
Penyelarasan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang ada diperlukan untuk melaksanaan JHT dan JP. Hal ini dikarenakan kedua program juga diatur dalam sejumlah produk undnag-undang. Setidaknya dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS serta UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Jika tidak diselaraskan, maka dikhawatirkan peraturan pelaksana untuk JHT dan JP yang merupakan peraturan turunan dari UU SJSN dan UU BPJS, akan tumpang tindih dan pelaksanaannya bisa menjadi tidak efektif. Apalagi ini terkait biaya untuk iuran (premi) jaminan sosial yang harus dikeluarkan pihak-pihak terkait.
Pertanyaan yang mendasar dan perlu jawaban adalah apakah jaminan pensiun menjadi program wajib atau pilihan (opsional) bagi perusahaan dan pekerja. Pertanyaan lain, siapa yang membayar iuran jaminan pensiun?, kata Ketua Apindo Hasanuddin Rachman.
Terkait hal ini, anggota DJSN Djoko Sungkono mengatakan, penyelarasan peraturan dan perundang-undangan akan dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM jika peraturan pelaksana UU BPJS sudah memasuki tahapan rancangan. Saat ini, DJSN beserta kementerian teknis terkait (Kementerian Kesehatan dan Kemenakertrans) menyiapkan rancangan peraturan pemerintah, peraturan/keputusan presiden, serta peraturan lainnya tentang program-program jaminan sosial yang akan diselenggarakan BPJS.
Djoko lantas memastikan pemerintah dan DJSN secara terbuka menampung masukan dan saran serta aspirasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk dari pihak pengusaha dan pekerja. Untuk itu, DJSN beserta kementerian terkait secara intensif melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama untuk menyosialisasikan rencana pelaksanaan SJSN oleh BPJS.
Di sisi lain, DJSN juga selalu mengingatkan kondisi objektif serta kesiapan pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam melaksanakan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Khusus untuk program-program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketanagakerjaan memang perlu dipersiapkan petunjuk teknis secara detail dan diterima oleh pihak-pihak terkait.
((Andrian) )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar