Senin, 06 Januari 2014

Mimpi BJ. Habibie

- Baharuddin Jusuf Habibie,masih konsisten di jalurnya sebagai salah
satu pakar pesawat terbang. Di usianya yang ke-77, mantan Presiden Republik
Indonesia yang ketiga ini sekarang aktif di PT Regio Aviasi Industri (RAI),
perusahaan perancang pesawat terbang komersil, yang baru-baru ini telah
menerima pesanan 100 unit pesawat R80 dari NAM Air, anak perusahaan maskapai
Sriwijaya Air.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang perusahaan dan pesawat R80 itu, Deddy
Sinaga, Suhendra, Hidayat Setiaji, dan Kustiah dari DetikFinance mewawancarai
Habibie di kediamannya, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa
lalu.
Di awal wawancara Habibie sempat memberikan 'kuliah' gratis tentang teori
fisika di balik teknologi pesawat terbang.
Menjelang akhir, dia mengajak kami menikmati kue tradisional misro, yang
terbuat dari singkong dan gula merah.Sambil bicara, dua misro dilahapnya.
"Semestinya saya tak boleh makan ini,"katanya, terkekeh.
Begitulah cara Habibie mencairkan suasana sehingga tak terasa wawancara
di ruangan besar, yang sebagiannya berupa perpustakaan itu, berlangsung
sampai lebih dari dua jam.


DF : Kabarnya, ide untuk membuat pesawat terbang nasional itu bukan dari Anda?
BJH: Memang bukan saya, itu rakyat yang mau. Indonesia itu benua maritim. Kalau
di Eropa, Australia, Amerika, kita masih bisa naik kereta api atau bus. Di Indonesia
bagaimana? Satu-satunya ya kapal terbang. Ini bukan fantasinya Habibie. Ini
menjawab to be or not to be. Bagaimana mau membangun tanpa adanya
prasarana ekonomi? Yang penting dalam prasarana ekonomi adalah gerakan
manusia, gerakan barang-barang, dan gerakan informasi. Di Indonesia, satu-
satunya adalah kapal terbang, dik! Ini bukan idenya Habibie, itu bukan idenya
Bung Karno. Itu keyakinan bahwa pendiri bangsa mengetahui betapa pentingnya
perhubungan.
Kalau manusia mendirikan perusahaan itu seperti bayi lahir. Perusahaan dibesarkan.
Saya mulai industri strategis untuk melawan kemiskinan dan ketidakadilan.
Berarti harus menyediakan lapangan kerja, mendidik orang-orang. Saya mulai
dengan 20 orang. Waktu kapalnya terbang, industri dirgantara ada 16 ribu
orang, industri strategis 48 ribu orang, turn over US$ 10 billion.
Tapi hei, dalam rangka reformasi dihancurin, dibubarin. Saya mau
berontak, tapi saya mikir kalau saya berontak bisa perang. Saya mengalah
untuk menang. Kalau ada yang mengatakan IMF yang buat begitu, siapa
bilang? Periksa saja, siapa yang membubarkan industri strategis. Bukan
IMF.
DF : Jadi sekarang posisinya dari bayi lagi?
BJH : Dik, orang-orang yang saya bimbing dengan kasih sayang dikirim ke luar.
Belajar. N250 sudah terbang, N2130 baru mau terbang. N250 sudah ETA
certified, 80 persen. Tahun 2000 masuk market, assembly line di Alabama sudah
ada, dan di Stuttgart untuk Eropa. N2130 seharusnya 2003. Akhirnya apa? Anak-
anak yang saya didik tidak boleh kerja didalam negeri. Dibubarkan. Ke mana
mereka? Boeing, Airbus, Brasil, Turki,semua.
Coba, baru saya mau mulai ada orang dari Departemen BUMN bilang "Apa itu
Pak Habibie? Jual 10 pesawat aja susah mau buat pesawat terbang sendiri?
Enggak sampai itu (Habibie menunjuk otaknya).

DF : Bagaimana dengan R80 Anda?
BJH : R80 adalah seperti N250 cuma 80 seater.Tentunya engine lebih modern, lebih kuat,
lebih murah. Karena pakai propeller jadi lebih efisien, rasio bypass-nya 1:40. Saya
mau terbang dari Jakarta ke Surabaya dengan 80 seater biasanya orang butuh
1,5 jam saya butuh 2 jam. Tapi harganya setengah. Makin tinggi harga BBM, makin
unggul saya. Anda di pesawat, sudah takeoff, buka laptop boleh-boleh saja. No
problem.
DF : Jadi ini untuk memenuhi permintaan pasar?
BJH : Jelas dong. Sekarang pesawat terbang ini yang mau dibeli Sriwijaya, NAM Air. Saya
on schedule. Jadi ya, dik, market-nya ada.Kalau di Amerika itu tiga kali penduduk
berarti tiap penduduk rata-rata tiga kali terbang naik pesawat. Jadi dia 900 juta
orang per tahun. Kita baru 71 juta, dan akan meningkat terus. Di Amerika ada
substitusinya kereta api, kita enggak ada.
Nah, berarti kalau andaikata dua kali (populasi) saja sudah 500 juta
penumpang. Masa untuk itu semua kita belanja (impor)? Dari mana duitnya?

DF : jadi, secara ekonomi industri penerbangan ini sangat menguntungkan? BJH : Jelas dong. Kita hidupkan orang lain. Kita jadikan orang lain lebih pintar. Sebenarnya kalau Indonesia mau mengembangkan industri penerbangan sendiri, apakah secara keuangan kita sanggup? Tanpa saya masuk ke bursa saya bisa mendirikan perusahaan yang maksimal dimiliki 20 orang atau institusi yang punya duit menjadi pemegang saham. Saya buktikan bisa karena saya yang memimpin sendiri. Pengalaman tidak bisa dipelajari. Pengalaman harus dilalui.
Sekarang, kalau saya jual dan saya butuh 600. Katakanlah saya jual ke 20 institusi, saya butuh dari setiap satuan 30 juta. Saya butuh 6 tahun. Mereka boleh cicil 6 tahun. Dik, kalau saya jual sekarang dan kapalnya terbang, saham harganya naik 3 kali lipat karena saya punya market. Kemudian kita kembangkan aftersales service. Jepang saja enggak punya. Saya punya ini semua. Bung, kita 250 juta orang, hanya butuh 1 juta yang sama kualitasnya seperti Jerman, it’s enough. I’ll win the battle karena saya sudah tahu caranya.
DF : apakah R80 akan lebih bagus dari pesawat lain yang Anda rancang?
BJH : Jelas dong. Saya rencanakan masa lebih jelek? N250 sampai hari ini satu-satunya pesawat terbang yang punya teknologi fly by wire. Kenapa Pak Habibie bisa membuat fly by wire? Karena fly by wire pertama adalah Airbus A30. dan saya ikut di dalamnya. Saya tahu caranya. Yang pakai propeller yang pertama adalah N250, sampai hari ini. Kamu lihat kan bagaimana dia landing? Stabil. Di ASEAN apakah kita yang unggul industri dirgantaranya ? Bagaimana
dengan Malaysia, mereka juga bikin pesawat sendiri? Malaysia dari mana? Dia enggak punya apa-apa. Pesawat capung-capung. Malaysia mana pasarnya? Singapura, boleh saja dia jagoan, tapi dia belum pernah buat pesawat yang terbang.
DF : Bagaimana hubungan RAI dengan PT Dirgantara Indonesia? BJH : Saya membuat R80 berpisah dari PT DI hanya untuk desain. Kalau saya masuk dari semula, tidak membuat perusahaan tersebut, dan menyerahkan semua ke PT DI, maka, pertama PT DI minta duit.Pemiliknya 100 persen pemerintah.Sebelum itu, masuk Komisi I, komisi sekian. Untuk menghindari itu, kami buat perusahaan sendiri, RAI yang tugasnya mendesain pesawat terbang. Saya pakai orang-orang Indonesia yang di luar negeri saya tarik pulang dan apa yang bisa diberikan kepada PT DI saya serahkan ke PT DI. Supaya dekat dengan DI kita sewa ruangan-ruangan di PT DI. Untungnya tidak ada satu dari DPR yang korek-korek. Ini swasta. DF : Apakah sudah memanggil orang-orang kita yang berada di luar negeri ?
BJH : Saya sudah kerja. Mereka sudah kerja. Sudah enam bulan, hampir satu tahun.
Pengembangan R80 sudah berapa persen?Yang kita butuhkan adalah mengadakan negosiasi dengan engineer. Itu sudah mulai dengan yang membuat landing gear. Anda punya mobil Toyota atau Daimler Benz kan velg-nya bukan buatan Daimler Benz. Itu namanya perusahaan penunjang. Kita lagi negosiasi dengan mereka. DF : Selain komersial ada untuk pesawat tempur? BJH : Tidak, kita hanya mau komersial.Di Indonesia lebih cocok jet atau
propeller?Dua-duanya dibutuhkan. Kereta api saja ada yang express dan yang pelan. Yang express lebih mahal. DF : Anda pernah ikut mengembangkan pesawat yang bisa takeoff/landing vertikal, mengapa tak memakai jenis pesawat itu di Indonesia? BJH : Terlalu mahal. Saya pernah ikut di situ.Tapi ngapain, itu untuk perang. DF : Tapi lapangan terbang di daerah kan landasannya pendek? BJH : Untuk penumpang bisa pakai short takeoff landing, CASA 212. CN235 bisa di situ. Tinggal bikin kayak lapangan bola panjangnya katakanlah 1,5 km, sudah cukup. Itu lebih murah. Sama juga ada yang ngomong lebih baik pakai pesawat amfibi yang mendarat di laut. Tapi kalau dari laut masih harus lewat darat sejauh 100 km bagaimana? Yang praktis saja. DF : The next R80 apa? BJH : Saya akan pikirkan membuat yang 100 atau 160 seater. Saya juga bisa buat jet, tapi boros. Kalau saya bisa lebih murah,sama amannya. Cuma bedanya kalau jet terbangnya 33 ribu feet ini 27 ribu feet.Dan lebih pelan. 20 persen lebih pelan tapi operating cost 50 persen lebih murah.Itu sasarannya. DF : Bagaimana keterlibatan lima maskapai dalam proyek R80 ini?

BJH : Mereka tahu bahwa kalau misalnya beli produksi dalam negeri berarti mereka
membantu supaya rakyat Indonesia lebih banyak dapat jam kerja, lapangan kerja. Akibatnya lebih banyak passenger yang pakai pesawat terbang. Yang kita inginkan adalah supaya orang-orang Indonesia kualitasnya meningkat karena dia bekerja. DF : Apa kabar CN2130? Kan seharusnya beroperasi pada 2005. Apa kendalanya? BJH : Karena enggak boleh. Kita sedang mengadakan flight test, cost money kan? Itu tiba-tiba dikatakan pemerintah,pemiliknya tidak boleh membantu lagi.Terus saya bilang oke, kalau tidak boleh saya mau mengambil loan. Saya kredibel,boleh diperiksa. Perusahaannya tidak bangkrut, transparan, banyak bank yang mau kasih loan. Tapi tidak boleh karena katanya utangnya terlalu banyak. Saya nggak berutang, yang berutang itu BLBI yang malas itu. Itu berapa, Rp 600 triliun. Kita nggak ada apa-apa. Padahal yang kita butuhkan itu hanya US$ 100 juta. DF : Ngomong-ngomong apa kiat menjadi jenius? BJH : Saya nggak tahu. Kalau Anda bilang saya jenius, saya bilang biasa saja. Tapi karena
sering konsenrasi, sering bertanya, waktu saya kecil kalau ada sesuatu saya tanya kenapa begini, kenapa begitu, semua ditanya. Lama-lama bapaknya capek jadinya saya dibelikan buku. Minumnya banyak air. Makan kalau perlu saja. Dulu di rumah kalau dikatakan ya kutu buku.Kan enggak ada internet. Terus disuruh ngaji. DF : Saat itu sudah ingin belajar membikin pesawat? BJH :Enggak. Saya memikirkan pertama kali itu bagaimana membuat jembatan itu enggak runtuh. DF : Buku favorit? BJH :Apa saja. Tapi biasanya teknik. Yang ada kaitannya dengan ilmu alam. Karena itu dari dulu saya ingin belajar di jurusan ilmu alam. DF : Resep menjaga kesehatan? BJH : Berenang. Saya makan satu kali dalam sehari. Biasanya brunch atau lundi, jam 5 begitu. Orang tidak pernah melihat Pak Habibie nganggur atau pergi jalan-jalan minum teh atau kopi, paling banter di kamar, baca, atau korek-korek laptop, atau ngaji. Di mobil juga. Dulu Ibu tahu kalau saya lagi sedih sukanya buat sajak.
Ini just for me. Nanti saya cari. Kalau dikumpul banyak itu (sajak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar