KOMPAS.com - Virus ebola kembali menjadi fokus utama dunia setelah 932
orang di Sierra Leone, Guinea, Liberia, dan Nigeria meninggal sejak Maret.
Mari mengenal lebih jauh mengenai virus tersebut.
Berapa banyak orang yang terkena virus ebola?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1.600 orang di Guinea,
Liberia, dan Sierra Leone telah terinfeksi virus ebola. Ini merupakan wabah terbesar
sepanjang sejarah. Lebih dari setengahnya telah meninggal. Dua
pekerja kemanusiaan asal Amerika Serikat terinfeksi ebola ketika bekerja di Afrika
Barat. Saat ini, keduanya telah mendapatkan penanganan di Atlanta, AS.
Bagaimana wabah ebola kali ini dibandingkan dengan yang sebelumnya?
Wabah kali ini adalah yang paling mematikan sejak virus itu pertama kali
ditemukan pada 1976
Seberapa menularkah virus itu?
Anda tidak serta-merta tertular ebola ketika berdekatan dengan seseorang yang
terinfeksi. Ebola tidak seperti virus influenza atau pun Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS)
Seseorang terinfeksi virus ebola melalui kontak langsung dengan cairan tubuh
penderita. Hal ini terjadi ketika cairan tubuh seperti muntah atau darah penderita
mengenai mata, hidung, atau mulut orang lain.
Pada kasus kali ini, orang-orang yang terinfeksi adalah mereka yang merawat
saudaranya yang terinfeksi, atau menyiapkan jenazah yang akan
dikebumikan.
Orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan berisiko tinggi tertular,
utamanya mereka yang tidak terlatih atau tidak dilengkapi perlengkapan yang wajar.
Virus ebola dapat bertahan hidup di permukaan benda. Maka itu, benda apa
pun yang terkontaminasi dengan cairan tubuh penderita, seperti sarung tangan
karet ataupun jarum suntik, dapat menjadi media penularan virus tersebut.
Mengapa wabah ebola sulit ditangani?
Di beberapa daerah di Afrika Selatan, ada kepercayaan bahwa ketika seseorang
menyebut kata "ebola" dengan keras, maka seketika itu juga virus tersebut
muncul. Kepercayaan ini menyebabkan para dokter, seperti Doctors Without
Borders, sulit memeranginya. Bahkan, sebagian anggota masyarakat
menyalahkan dokter sebagai pihak yang menyebarkan virus. Mereka yang terinfeksi
memilih pergi ke dukun untuk mendapatkan pengobatan.
Sikap skeptis mereka bukan tanpa sebab. Di masa lalu, pekerja rumah sakit yang
tidak berhati-hati malah menjadi agen penyebaran virus tersebut.
Menurut Pusat Pencegaham dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat,
umumnya gejala muncul sekitar delapan hingga 10 hari setelah seseorang terpapar
virus.
Gejala awalnya adalah pusing, demam, dan nyeri. Terkadang muncul ruam-ruam
di tubuh penderita. Hal ini diikuti dengan diare dan muntah-muntah.
Kemudian, berdasarkan lebih dari 50persen kasus yang ada, virus ebola
menyerang secara mengerikan. Penderita mengalami muntah darah atau kencing
darah. Selain itu, keluar darah dari kulit, mata, atau mulut penderita. Namun,
bukan ini yang menyebabkan penderita meninggal, melainkan ketika pembuluh
darah di dalam tubuh mengeluarkan cairan. Hal ini menyebabkan tekanan
darah menurun secara tajam sehingga hati, ginjal, jantung, dan organ lainnya
berhenti bekerja.
Bagaimana pengobatan penyakit ini?
Saat ini, belum ada vaksin atau obat untuk ebola. Ketika wabah sebelumnya terjadi,
sebanyak 60-90 persen penderita meninggal. Sejauh ini, hal yang dilakukan
dokter adalah merawat penderita, menggunakan cairan dan obat-obatan
untuk menjaga tekanan darah tetap normal. Para dokter juga memberikan
pengobatan lainnya ketika infeksi ini menyerang tubuh pasien yang semakin
lemah. Sebagian kecil orang ternyata memiliki imunitas terhadap virus ebola.
Dari mana virus ini berasal?
Pertama kali, ebola ditemukan pada 1976. Awalnya, virus ini diduga berasal dari
gorila. Wabah ebola terhadap manusia terjadi ketika mereka memakan daging
gorila. Namun, teori ini dibantah para ilmuan. Pasalnya, jika hal ini benar, maka
seharusnya lebih banyak kera yang terinfeksi dan kemudian mati, ketimbang
manusia.
Para ilmuan percaya bahwa kelelawar adalah penyebar virus ini. Kesimpulan ini
berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh Emerging Infectious Diseases. Lembaga ini
melakukan penelitian terhadap 276 kelelawar yang ditangkap di empat daerah
di Bangladesh.
Penularan terjadi ketika kera dan manusia memakan makanan yang telah terkena air
liur kelelawar. Bisa juga, kera atau manusia menyentuh benda-benda yang telah
terkena air liur atau kelelawar, dan kemudian menyentuh mata dan mulut
sendiri.
Wabah kali ini diduga bermula dari sebuah desa di dekat Gueckedou, Guinea, dimana
berburu kelelawar adalah hal yang lumrah, menurut Doctors Without Borders.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar