Beberapa waktu lalu, tepatnya 23 Oktober 2015,
sebelum presiden Joko Widodo mengunjungi
Amerika Serikat, dia telah menandatangani PP
No.78/2015 tentang Pengupahan.
Pengesahan peraturan itu mendapat
tanggapan dari berbagai kalangan, bukan hanya
buruh. Kali ini Guru besar hukum perburuhan
Universitas Gadjah Mada(UGM), Ari Hermawan, turut
angkat bicara.
Dalam sebuah diskusi MAP Corner-Klub MKP, selasa 27
Oktober 2015, Ari Hermawan mencoba mengupas
beberapa persoalan dibalik disahkannya PP
Pengupahan . Baik itu respon buruh maupun
kesesuaian antara PP Pengupahan dengan UU
Ketenagakerjaan.
Ari Hermawan menilai, bahwa PP No.78/2015
tentang Pengupahan telah menyimpang dari semangat
Undang-Undang Dasar 1945.
Menurutnya penyimpangan itu perlu dijelaskan dalam
tiga variabel yang saling berkaitan dan perlu
ditekankan sejak awal bahwa produk hukum di Indonesia
tidak bisa dipisahkan dari tiga politik hukum yaitu:
politik pembentukan hukum,
politik penentuan hukum
serta politik penegakan hukum.
Menggunakan analisa politik pembentukan hukum, Ari
melihat bahwa PP Pengupahan dibangun atas
dasar logika pertumbuhan ekonomi, di mana negara
nampaknya ingin menciptakan iklim usaha
yang kondusif bagi pelaku pasar seperti yang pernah
terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.
Demi pertumbuhan ekonomi, keberpihakan
negara tampak lebih condong kepada pelaku
pasar.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa paket
kebijakan yang telah diumumkan oleh
pemerintahan Jokowi-JK, mulai dari paket kebijakan
pertama sampai terakhir yang lebih mengakomodasi
kepentingan pengusaha.
Kata Ari, ketika instrumen pertumbuhan ekonomi
digunakan sebagai kerangka tujuan pembangunan
negara, maka tidak heran jika regulasi hukum yang
dikeluarkan berpihak pada upaya mencapai
pertumbuhan ekonomi dengan segala cara. Cara
yang biasa diambil ialah menciptakan iklim investasi
yang kondusif bagi investor, terutama asing.
Sebab salah satu penopang iklim investasi yang baik ialah
buruh yang secara ekonomi murah dan secara politik
patuh. Ketersediaan buruh murah menjadi satu variabel
yang sangat penting untuk mendatangkan investor.
Dalam kerangka ini, PP Pengupahan perlu
dipahami sebagai kerangka besar kebijakan untuk
menciptakan iklim kondusif bagi pengusaha demi
mengatrol pertumbuhan ekonomi.
Kemudian logika politik pembentukan hukum ini
berimplikasi pada kerangka politik penentuan hukum.
Ari menilai, substansi PP Pengupahan tidak
mencerminkan semangat dan roh dari amanat
konstitusi yaitu kesejahteraan dan
kehidupan yang layak bagi seluruh masyarakat.
Hal yang paling krusial ialah reduksi konsep upah layak
ke dalam dua indikator yang diamanatkan PP Pengupahan
hanyalah sebatas pertumbuhan ekonomi dan
inflasi.
Kebijakan itu, menurutnya mengabaikan sama sekali
variabel KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang
diamanatkan oleh UU No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Selain itu, PP Pengupahan juga punya kecenderungan melanggar
peraturan diatasnya. Di dalam UU No.13/2003
tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa upah
ditinjau setiap tahun. Ini artinya, pihak terkait yaitu
buruh, pengusaha dan pemerintah wajib meninjau
dan menegosiasikan ulang upah tiap tahunnya dengan
mempertimbangkan perkembangan KHL. Tetapi
dengan ketentuan PP Pengupahan, peninjauan
KHL hanya tiap 5 tahun sekali, sesuatu yang
bertentangan dengan amanat UU ketenagakerjaan.
"Di Indonesia, semua roh tentang peraturan harus
bersumber dari undang- undang dasar 1945. Dalam
konteks PP No. 78/201, ini sangat menyimpang dari roh
konstitusi dimana nilai keadilan dan kesejahteraan
bersama terkait dengan penghidupan layak bagi
buruh tidak terwadahi dalam peraturan. Dari
kacamata hukum, PP ini inkonstitusional, karena
bertentangan dengan peraturan sebelumnya"
tegasnya.
Mengingat problem yang telah muncul sejak
pembentukan dan penentuan isi hukum, Ari
memprediksi bahwa pelaksanaan kebijakan
pengupahan baru ini akan mengalami banyak
hambatan. Inilah aspek politik penegakan hukum.
Tanpa keterlibatan kelompok sasaran, dalam hal ini
buruh, dalam proses pembentukan PP
Pengupahan, nampaknya hukum tidak akan berjalan
sebagaimana yang dinginkan.
Sumber: MAPCorner-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar