Pernah suatu ketika, Presiden pertama Republlik Indonesia, Ir Soekarno marah-marah karena melihat ada puntung rokok yang terserak di dekat pos jaga Istana Negara. Bukan, bukan. Soekarno bukan anti rokok kok. Ia hanya tak suka melihat ada puntung rokok berserakan.
Karena hal itu, Ia meminta para penjaga untuk mengeluarkan bungkus rokok mereka, hendak mencocokkan puntung yang terserak dan rokok para penjaga. Hasilnya, tidak ada yang bermerek sama dengan puntung yang masih terkapar di tanah. lantas, dengan santai ia memungut puntung itu dan menaruhnya di tempat yang semestinya. Tentu sambil mengingatkan para penjaga agar tetap menjaga kebersihan.
Tidak, tidak. Bung Karno memang orang yang berapi-api, tapi Ia tak akan memarahi orang yang tidak bersalah. Ia pun tidak memerintahkan para penjaga untuk membuang puntung itu, karena Ia tahu, Ia bisa melakukannya sendiri. Sebagai pemimpin, Ia memberi contoh dengan perbuatan, bukan hanya dengan ocehan.
Cerita tadi hanyalah satu dari banyak cerita tentang Soekarno dan Rokok. Rokok dan Bung Besar nampaknya sulit untuk dipisahkan. Ia merokok bersama banyak orang. Dari Jawaharlal Nehru, Nikita Kruschev, hingga Sjahrir dan orang-orang di parlemen. Ketika itu memang gedung parlemen/DPRRI masih membolehkan orang untuk merokok. Mungkin itu sebabnya anggota DPR jaman sekarang yang doyan rokok tidak betah lama-lama di dalam gedung atau memilih tidur waktu sidang membahas nasib rakyat.
Balik lagi ke Bung Besar, pernah dalam suatu perjalanan Ia kehabisan rokok. Padahal, saat itu Ia baru saja selesai makan. Ia berkata kepada rombongannya, “Bapak ini merokok sehari hanya dua batang. Tiap-tiap habis makan satu batang. Kok rokok saya satu kaleng yang isinya 50 batang bisa habis satu hari, itu bagaimana?”
Ternyata, rokok Bung Karno juga dihisap oleh para pengawalnya. Karena itu, rokok Bung Karno kemudian dipegang oleh ajudannya yang bernama Mangil supaya selalu utuh. Kenapa begitu, ya karena tidak ada yang berani minta rokok padanya dan karena Mangil sendiri tidak merokok.
Tak hanya itu, Mangil pun pada suatu kesempatan diminta Bung Besar untuk selalu membawa korek api. Kala itu Bung Karno berkata, “Mangil, kamu itu selalu dekat Bapak. Ibaratnya kamu harus selalu memegang baju Bapak sebelah belakang. Maka dari itu, kamu supaya selalu membawa sakarin dan korek api. Sungguh pun yang minta api itu bukan saya, tetapi orang lain. Kamu memberikan api kepada orang yang akan merokok, kamu dapat pahala.”
Begitulah Soekarno, pemimpin besar revolusi sekaligus bapak bangsa republik ini. Sebagai perokok, Ia mengenal etika dan bertanggung jawab. Tak suka Ia melihat puntung rokok berserakan, tapi juga tak segan Ia membuangnya sendiri tanpa memerintah orang lain. Dengan santai, tanpa perlu memaki.
Sebagai pemimpin, Ia adalah panutan bagi banyak orang. Menentang Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imprealisme), menjunjung tinggi kemandirian bangsa melalui Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), dan masih banyak lagi. Seandainya Bung Besar masih memimpin hingga kini, entah apa yang bakal dilakukan kaum anti rokok terhadapnya. Oh iya, ada satu yang terlupa, merek 555 adalah Rokok favorit Bung Karno.
Ya untuk catatan Anggota SP RTMM SPSI tahun 2019 harus memilih Calon Presiden yang merokok.
Jumat, 19 Agustus 2016
Bung Karno dan Rokok
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar