Selasa, 27 Agustus 2013

BPJS: Akan Soft Launching Desember 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kera) menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Selasa (27/8). Dari hasil rakor,
Menko Kesra Agung Laksono mengungkapkan beberapa hal terkait implementasi BPJS yang rencananya akan dimulai 1 Januari 2014.
"Telah disepakati beberapa hal dari rakor tingkat menteri yang akan dilaporkan
kepada Presiden SBY," ujar Agung di Kantor Kemenko Kesra. Pertama,
tuturnya, pada 1 Januari 2014 dipastikan BPJS Kesehatan sudah mulai beroperasi
dengan catatan berdasarkan roadmap yang ada, yakni kepesertaan secara
bertahap sekitar 140 juta peserta pertama.
Kedua, draf perubahan atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan sudah selesai bulan Agustus 2013 dengan menambah substansi iuran
PBI dan non PBI. "Diharapkan dalam kurun waktu 5 tahun kepersertaan sudah
mencangkup seluruh penduduk Indonesia," kata Agung.
Ketiga, besar iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta
bukan pekerja berdasarkan nominal bukan presentase yaitu untuk rawat inap
per orang per bulan kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 sebesar Rp 42.500, dan
kelas 1 sebesar Rp 59.500 dengan sistem pembayaran iuran minimal 3 bulan
di depan.
Keempat, lanjut Agung, program Jamkesda ke depan tetap dialokasikan
bagi penduduk miskin dan tidak mampu yang belum tercakup Penerima Bantuan
Iuran (PBI). Dana yang dianggarkan untuk Jamkesda, kata dia, diserahkan
pengelolaannya kepada BPJS Kesehatan di mana iuran dan manfaatnya disesuaikan dengan PBI.
Untuk itu, dibutuhkan penjabaran teknis terhadap Permendagri Nomor 27 Tahun
2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014.
Lebih lanjut Agung menyatakan sekitar November-Desember 2013 akan ada uji
coba BPJS di enam provinsi diantaranya Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Gorontalo, Sumatra Barat, dan Sulawesi Utara. "Uji coba ini semacam
softlaunching," ujar Agung.
Selain itu, Agung mengatakan untuk iuran bagi pekerja formal pada masa
transisi yang berlaku dari Januari 2014 hingga pertengahan 2015 (18 bulan)
alokasinya sebesar 5 persen. Rinciannya, pemberi kerja membayar 3,5 persen,
pekerja 0,5 persen, dan subsidi pemerintah 1 persen. Setelah pertengahan 2015, alokasi akan kembali 5 persen dengan komposisi 4:1 yakni 4
persen ditanggung pemberi kerja satu persen oleh pekerja.

Red: Dewi Mardiani

Rabu, 21 Agustus 2013

PEKERJA TAK LIBUR 29 AGUSTUS, PERUSAHAAN WAJiB BERI UPAH LEMBUR

PEKERJA TAK LIBUR 29 AGUSTUS, PERUSAHAAN BERI LEMBUR

Kamis, 22 Agustus 2013 | 10:53

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim menetapkan Kamis, (29/8) mendatang pada hari pemugutan suara Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim sebagai hari yang diliburkan. Dengan begitu semua lembaga, institusi dan perusahaan diharuskan meliburkan karyawannya. Namun, jika masih ada perusahaan atau pabrik yang mempekerjakan pada tanggal tersebut, maka para pekerja diperlakukan sama dengan ketika mereka bekerja saat pada hari libur atau hari minggu. Artinya, mereka masuk hitungan bekerja lembur.

Hal ini sudah diatur juga dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 78 terkait pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, dan Permenaker nomor 102 tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia.

“Jika dalam tanggal 29 Agustus pengusaha atau pemilik perusahaan masih mempekerjakan pekerja atau buruhnya karena produksi tidak bisa berhenti, maka sesuai konsekuensi kalau uang lembur yang diberikan harus dua kali daripada nilai jam biasa yang berlaku pada perusahaan tersebut,” jelas Kadisnakertransduk Jatim, Hary Soegiri, saat ditemui dikantornya, Kamis (22/8).

Sementara berkaitan dengan hak suara atau hak pilih bagi pekerja yang lembur, lanjutnya, nantinya juga bisa diatur oleh masing-masing manajemen perusahaan atau pabrik. Harapannya, manajemen perusahaan atau pabrik bisa menggunakan jadwal shift (bergantian,red) agar pekerja masih bisa berangkat melaksanakan hak pilih ke TPS dan setelah itu kembali lagi ke pabrik untuk melanjutkan pekerjaannya. “Jadi, karyawan yang lembur tetap diberikan kesempatan untuk bisa menyalurkan suaranya,” katanya.

Mengenai sanksi, lanjutnya, sesuai UU memang ada, maka sanksi hanya berkaitan dengan upah pekerja atau buruh. Kalau tidak memberikan upah lembur, maka kaitan dengan sanksi norma kerja. “Sanksi norma kerja bisa sampai pidana,” ancamnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, penetapan hari libur 29 agustus 2013 didasarkan atas surat edaran yang ditetapkan Kepemendagri No 270-4819 Tahun 2013 Tentang Penetapan Hari Pemugutan Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai hari yang diliburkan di Prov Jatim yang suratnya dikirim pada 30 Juli Kemarin. “Surat Keputusan Mendagri nomor 270 tanggal 31 Juli 2013, bahwa 29 Agutus ditetapkan haril libur untuk Provinsi Jatim,” ujarnya

Seanjutnya Pemprov Jatim menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Edaran Gubernur Jatim No 181.4/16677/011/2013 Perihal Penetapan Hari Pemugutan Suara Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim Sebagai Hari yang diliburkan. SE ini ditujukan kepada Pemkab/kota dan pengusaha atau pemilik perusahaan di Jatim pada 13 Agustus 2013

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Selasa, 20 Agustus 2013

Pulsa masuk komponen KHL untuk UMK tahun 2014

Jakarta - Pro kontra soal skema dan besaran penetapan upah minimum
provinsi (UMP) 2014 sudah mulai terjadi. Pemerintah, pengusaha, dan
buruh masing-masing punya usulan terkait kenaikan upah tahun depan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
mengatakan, serikat pekerja mengusulkan kenaikan UMP tahun
depan capai 50%.
Pihaknya menolak gagasan kenaikan UMP yang diusung
pemerintah dan pengusaha yang mengedepankan kemampuan industri
padat karya. Buruh berpatokan, UMP ditentukan oleh penambahan
komponen kebutuhan kehidupan layak (KHL).
Iqbal mengatakan, saat ini pemerintah hanya menggunakan 60 komponen
dalam menetapkan KHL. Sementara itu, tahun depan serikat pekerja
mengusulkan ada tambahan KHL hingga 84 komponen. Ia
mencontohkan komponen baru itu antara lain, alokasi upah untuk uang
pulsa untuk SMS Rp 30.000/bulan, dan komponen lainnya.
"Tahun depan kita usulkan ada 84 item, sekarang ini masih 60. Kalau 60
nggak pakai pulsa untuk SMS Rp 30.000/bulan, padahal sekarang ini
pulsa kebutuhan mendasar," kata Iqbal kepada detikFinance, Selasa
(20/8/2013)
Iqbal menambahkan, setidaknya ada 4 alasan yang membuat serikat pekerja/
buruh ngotot ada kenaikan UMP 50% tahun depan. Berikut ini alasannya:
1. Buruh menolak kenaikan UMP hanya sebesar inflasi atau di bawah
20% seperti yang diusulkan Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Alasannya,
hasil survei terbaru forum buruh di DKI Jakarta KHL di Jakarta mencapai Rp
3,7 juta/bulan sedangkan UMP di Jakarta kini masih Rp 2,2 juta/bulan
"Survei ini dilakukan pasca Lebaran, pasca BBM naik, saat Lebaran,
kenaikan harga barang. Selama ini pemerintah unfair karena efek
Lebaran dan Natal tak dihitung," tegas Iqbal.
2. Menurut buruh, kenaikan harga BBM mengurangi daya beli hingga
turun 30%. Angka itu belum dihitung dari inflasi tahun ini yang diperkirakan
mencapai 10%, juga belum dihitung asumsi pertumbuhan ekonomi di atas 6%.
"Itulah kenapa kita mengajukan 50% kenaikan UMP 2014. Ini masih bisa
negosiasi di dewan pengupahan," katanya
3. Mereka berpegang pada komitmen pemerintah seperti yang disampaikan
pada pidato kenegaraan Presiden SBY yang mengatakan Indonesia
masih menjadi tujuan investasi, pemerintah Indonesia tak lagi
menganut kebijakan upah buruh murah dan mendorong meningkatkan
daya beli masyarakat Indonesia. "Kenaikan UMP 2014 menjadi penting,
bahkan beliau (SBY) menyampaikan. Kita memasuki negara dengan
pendapatan menengah, beliau mengatakan US$ 5.000 /tahun atau
rata-rata per bulan Rp 4,2 juta," katanya.
4. Mereka juga menolak pemikiran pemerintah yang menjadikan industri
padat karya sebagai alasan, bahwa penetapan upah tak bisa naik tinggi
karena harus mengikuti kemampuan industri padat karya.
"Padahal UMP itu kan berbeda-beda. Kalau mau murah pindah ke daerah
Sukabumi, Kendal yang hanya Rp 980.000, masih di bawah Vietnam, dan
Kamboja, artinya industri padat karya kita bisa bersaing. Jadi tugas
pemerintah membangun infrastruktur, seperti jalan tol Sukabumi," katanya.

Kamis, 15 Agustus 2013

Jelang BPJS tarik ulur iuran

KAJS Minta Revisi 4 Poin dalam UU BPJS
oleh Ahmad Romadoni
Liputan6.com, Jakarta : Gabungan elemen masyarakat yang menamakan Komite Aksi Jaminan Kesehatan
(KAJS) mendatangi Kementerian Kesehatan. Mereka meminta beberapa poin dalam UU BPJS terutama terkait jaminan kesehatan nasional direvisi.
Sekretaris Jenderal KAJS, Said Iqbal mengatakan,setidaknya ada 4 poin yang diubah dalam UU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan berlaku
pada 1 Januari 2014 mendatang.

Senin, 05 Agustus 2013

Demo buruh Jombang

Jombang (beritajatim.com) - Aksi unjuk
rasa puluhan buruh pabrik sepatu PT
Volma Mojoagung Jombang yang
menuntut pembayaran THR (Tunjangan
Hari Raya) berakhir ricuh, Senin
(4/8/2013). Massa terlibat baku pukul
dengan petugas keamanan pabrik. Bukan
itu saja, salah seorang warga negara asing
yang menjadi manager perusahaan
bahkan nyaris menjadi korban
pengeroyokan massa.
Sejak pagi, puluhan buruh ini sudah siaga
di depan pabrik. Mereka memblokir
gerbang masuk ke area pabrik agar buruh
lainnya tercegat. Melihat aksi pemblokiran,
sejumlah petugas keamanan pabrik
langsung bereaksi. Praktis, aksi saling
dorong antara buruh dan petugas tidak
bisa terhindarkan. Seorang petugas
keamanan pabrik, bahkan memukul
buruh.
Setelah berulangkali terjadi insiden saling
dorong, petugas keamanan dibantu
aparat kepolisian akhirnya berhasil
membuka blokir jalan di depan PT Volma
yang merupakan produsen sepatu eksport
tersebut.
Eko Harnowo, koordinator aksi
mengatakan, puluhan buruh PT Volma
menuntut pembayaran THR sesuai
ketentuan. Pasalnya pihak perusahaan
hanya membayar THR sebesar 10 persen
dari UMR (Upah Minimum Regional).
Selain itu, karyawan juga menuntut hak-
hak normatif buruh berupa gaji, standar
UMK/Jamsostek, dan uang lembur selama
yang selama ini belum dibayarkan oleh
perusahaan.
"Kami akan kembali menggelar demo
dengan massa yang lebih besar jika
tuntutan yang kami usung ini tidak
dikabulkan. Sekali lagi, kami mendesak
agar perusahaan memberi THR sesuai
ketentuan," kata Eko menegaskan. [suf/
kun