Sabtu, 30 November 2013
Permintaan revisi UMK Komite Aksi Anti Upah Murah (KAAUM) Jatim tak dihiraukan
Surabaya (BM) -Gubernur Jatim Soekarwo tidak akan merevisi Peraturan
Gubernur (Pergub) Nomor 78 Tahun 2013 tentang Upah Minimum Kabupaten/
Kota (UMK) tahun 2014. Permintaan revisi dari Komite Aksi Anti Upah Murah
(KAAUM) Jatim yang mengepung kantor gubernuran sejak Kamis (28/11) pagi, juga
tak dihiraukan.
Pernyataan tegas sudah diberikan Gubernur Soekarwo terkait tuntutan revisi
UMK 2014 Jatim yang diajukan buruh. Terutama di kawasan Ring I. Menjawab
surat pernyataan sikap KAAUM, Pakde Karwo biasa disapa, menyatakan sudah
final. "Intinya, pergub itu sudah final. Sudah sesuai aturan," kata Totok Nurhandajanto, Kepala Bidang Pengawasan Perundang- undangan Ketenagakerjaan Disnaker
Jawa Timur yang menemui perwakilan buruh, petang kemarin.
Surat tanggapan Gubernur itu meliputi tiga hal. Pertama, Pergub No. 78/2013 tentang
UMK tahun 2014 di Jatim telah melalui pembahasan dan pertimbangan dari
berbagai pihak termasuk dari akademisi untuk menjamin peningkatan
kesejahteraan pekerja dan kemampuan perusahaan. Kedua, penetapan UMK tahun 2014 di Jatim oleh Gubernur Jatim mengacu
kepada ketentuan dalam Permenakertrans No.13/2012 dan Permenakertrans No.7/2013. Dibanding UMK tahun 2013, UMK tahun 2014 di Jatim berdasarkan hasil telaah akademisi
serta mereka yang selama ini melakukan advokasi perburuhan menunjukkan
adanya peningkatan daya beli buruh yang melebihi inflasi.
Aspek penting dari penetapan UMK tahun 2014 tersebut adalah peningkatan
kesejahteraan buruh, yang merupakan aset penting dalam produksi dan
diharapkan dapat mendukung keberlanjutan dunia usaha di Jatim.
"Ketiga, Gubernur menghargai para buruh yang mengedepankan suasana kondusif
di Jatim," kata Totok membacakan isi surat jawaban Gubernur tersebut.
Menanggapi surat jawaban Gubernur Jatim, koordinator aksi KAAUM Jatim,
Sunandar mengaku kecewa. Pihaknya menganggap Pergub UMK 2014 inkonstitusional, karena sudah menyalahi surat edaran Gubernur sebelumnya.
"Surat jawaban pernyataan sikap Gubernur Jatim ini merupakan bentuk
tidak konsistennya Gubernur. Kami akan pulang untuk mengatur strategi lagi," tegas Sunandar.
Sunandar menguraikan, alasan buruh terus turun jalan karena Gubernur telah
mengubah usulan nilai UMK dari kabupaten/kota. Padahal, SE yang memuat tentang rumus KHL + inflasi + pertumbuhan ekonomi, merupakan rujukan daerah untuk menetapkan angka
upah.
"Ini sama saja Gubernur menelan ludah sendiri. Kami tidak terima," katanya. Seperti diketahui, Gubernur dinilai buruh telah mengubah dengan sepihak usulan UMK dari beberapa bupati/wali kota.
Gresik misalnya yang usulannya adalah Rp 2.376.918 diubah menjadi Rp 2.195.000;
kemudian Sidoarjo yang awalnya Rp 2.348.000 dan Pasuruan sebesar Rp 2.311.689, saat ini diubah menjadi Rp 2.190.000; dan Kabupaten Mojokerto yang awalnya Rp 2.426.000 diubah menjadi Rp 2.050.000.
Sunandar menganggap Gubernur sudah ingkar janji. Rumus yang ditawarkan sudah
diterima buruh. Tapi, ketika menentukan angka upah, hasilnya berbeda. "Kami ingin dikembalikan seperti usulan daerah. Untuk Surabaya dan Mojokerto juga harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan wilayahnya," katanya.
Demo yang ternyata tidak sesuai prediksi, hanya diikuti ratusan buruh perwakilan dari
kawasan Ring I, diikuti banyak elemen. Mereka datang dengan cara long march
jalan kaki. Selain itu, mereka juga membawa poster bertuliskan K-A-R-W-O-
A-L-A-Y.
Buruh datang di depan Gedung Negara Grahadi dan langsung melakukan orasi bergantian. Aksi kemudian bubar setelah surat jawaban Gubernur dibacakan di depan buruh.
Maspion Serius Hengkang
Di sisi lain, penetapan UMK di atas Rp 2 juta untuk wilayah Ring I (Surabaya dan
sekitarnya) sulit diterima Alim Markus. Niatan Bos Maspion memindahkan pabrik
kulkas dan kabelnya ke Madiun kian serius. "Di Madiun UMK-nya hanya Rp
1.040.000. Pabrik kulkas dan kabel selama ini kurang menguntungkan," katanya.
Dia menjelaskan, pemindahan tersebut nantinya akan dilakukan secara bertahap.
Pada tahap pertama akan dipindahkan 10 persen lebih dulu. Dirinya mengaku
pernah didekati Bupati Kendal dan Wali Kota Pekalongan. Keduanya membujuk
agar Alim memindahkan pabriknya ke sana. "Tapi, saya pikir-pikir dulu. Kalau
pindah, lebih baik pindah ke wilayah Jatim dulu saja," ujar bos pabrik yang
mempunyai sekitar 35 ribu pekerja tersebut.
Skenario hengkangnya Maspion ini masih mengundang spekulasi, apakah nantinya
akan pindahkan pabrik lengkap dengan pekerjanya ke Madiun atau hanya
pabriknya saja. Menurut Alim, pihaknya mulai lakukan rapat kontinyu untuk
membahas ini. "Masih dibahas dan saya harap tetap kondusif," terangnya. Yang jelas, kata dia, seharusnya UMK di Ring I berkisar Rp 1,9 juta. "Sebab, dalam menghitung KHL kan sudah ada inflasinya. Jadi, cukup KHL plus inflasi yang terjadi. Itu saja," tegasnya. (mza/epe)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar