Senin, 04 November 2013

Formulasi UMK disepakati dijamin buruh tak demo lagi

Surabaya (beritajatim.com) - Penetapan
upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jatim mulai tahun 2014 akan
menggunakan formulasi baku yang telah disepakati gubernur dan serikat pekerja di
Jatim. Rumusan UMK yakni KHL (kebutuhan hidup layak) ditambah inflasi
plus pertumbuhan ekonomi. Dengan diterapkannya formula baku tersebut,
pemprov Jatim berharap tak ada lagi demo buruh tahunan jelang penetapan
UMK.
Pernyataan itu disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo di kantornya, Jalan
Pahlawan Surabaya, Jumat (1/11/2013)
hari ini. "Biar tidak ada demo-demo lagi. Buat apa demo, kalau formulasinya sudah jelas, dan semuanya bisa diukur," tegasnya kepada wartawan.
Semua pihak, lanjut Pakde Karwo, juga setuju dengan formulasi seperti ini,
sehingga semuanya bisa lebih terukur.
Namun yang jadi kendala adalah soal penetapan KHL. Dalam negosiasi yang
berlangsung Kamis (31/10/2013) kemarin, buruh dapat menerima tidak ada
penambahan item KHL dari 60 menjadi sekitar 80 item. Tapi khusus tiga item yakni
perumahan, listrik dan transportasi ditingkatkan kualitasnya.
Pakde Karwo menjelaskan, buruh meminta standar perumahan bukan lagi
sewa kamar 3x3 meter karena tidak akan cocok untuk tempat tinggal sebuah
keluarga kecil. "Mereka minta ditingkatkan menjadi sewa rumah atau cicilan rumah
tipe 36. Besarannya tergantung daerah masing-masing," katanya.
Sedangkan, menyangkut transportasi, lanjut Pakde, para buruh meminta
setidaknya asumsinya tidak hanya dua kali angkot pulang pergi tapi empat kali. Buruh
mencontohkan misalnya dari Trosobo ke Waru, sedangkan pabriknya di Brebek.
Nah, dari Waru ke Brebek itu terus pasti pindah angkot.
Dia menilai bahwa permintaan tersebut masih cukup rasional. "Tapi, nanti hasil ini akan kami serahkan ke Dewan Pengupahan Daerah. Jadi, biar dibahas di
masing-masing daerah. Sebab, kondisinya berbeda di tiap daerah. Tetap nanti yang
berperan adalah Dewan Pengupahan kabupaten/kota," imbuhnya.
Lebih jauh mantan sekdaprov Jatim itu menyatakan bahwa dalam waktu dekat,
pihaknya akan mengundang pihak Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) ke
gedung negara Grahadi untuk membicarakan formula baru rumus UMK.
"Jadi, semua pihak bisa mempunyai visi yang sama. Sehingga, tidak perlu lagi ada
demo-demo," harapnya.
Pemprov Jatim, kata Soekarwo juga sudah meminta satu tim dari Unair
Surabaya untuk menghitung komponen industri, khususnya menyangkut prosentase ongkos buruh dibanding cost produksi secara keseluruhan. "Kalau ongkos pekerja untuk industri padat karya masih di bawah 25 persen dari cost produksi total, saya kira itu masih wajar," jelasnya.
Sejauh ini, hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa biaya pegawai
dalam ongkos produksi hanya berkisar 23 persen. "Itu untuk industri padat karya.
Sedangkan untuk industri padat modal yang bersifat high technology, prosentasenya tak sampai 15 persen," tambahnya.
Disinggung apakah tuntutan UMK yang tinggi dapat memicu eksodus pengusaha
ke luar dari Jatim? Dengan lugas Pakde mengatakan pihaknya yakin tak sejauh itu.
"Kalau kenaikannya masih rasional dan masih masuk dalam skema yang bisa
ditolerir, justru tidak akan ekonomis jika memindahkan pabrik. Biayanya malah
terlalu mahal," tukasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Jhonson Simanjuntak Wakil Ketua Apindo Jatim
menyatakan bahwa pada tahun 2013 di Jatim sedikitnya terdapat 25 perusahaan
yang eksodus, khususnya pada perusahaan padat karya. Kemudian perusahaan yang mem-PHK karyawan karena tak mampu membayar UMK terdapat 15 ribu perusahaan.
"Rata-rata perusahaan yang tak mampu membayar UMK itu karena mahalnya
UMK 2013 dan kekurangan bahan baku serta produknya kalah bersaing dengan
produk China yang membanjiri Jatim.
Kalau UMK 2014 semakin tinggi tentu akan semakin banyak perusahaan yang eksodus dan PHK besar-besaran," ancamnya. [tok/kun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar