Jumat, 13 September 2013

Rebutan warisan Kapal Api Grup

Majelis Hakim perkara `Kopi Kapal Api` bantah terima suap
Jumat, 13 September 2013 10:17 WIB
LENSAINDONESIA.COM: Gugatan
perdata kasus sengketa saham PT Santos Jaya Abadi (PT SJA) produsen kopi merk
kapal api, ABC dan Good Day diputus Majelis hakim PN Surabaya. Dalam amar
putusannya, hakim yang diketuai Erri Mustianto memenangkan pihak penggugat dengan membatalkan wasiat dan meminta pembagian warisan saham dengan porsi sama.
Sebelumnya, dalam wasiat dijelaskan, pembagian saham tidak merata. Yakni
Soedomo Margonoto, Indra Boedijono, dan Singgih Gunawan, masing-masing 30
persen. Sedangkan penggugat, yakni Wiwik Sundari dan Lenny Setyawati
masing-masing lima persen.
Ketua Majelis Hakim Erri Mustianto menyatakan, pengadilan mengabulkan permohonan penggugat. Wasiat itudibatalkan dan pembagian selanjutnya dilakukan secara merata. “Semua, yaknilima orang putra mendapat hak yang sama 20 persen masing-masing,” tegas
Erri.
Mendengar amar putusan hakim ini,sontak disesalkan pihak tergugat. Kukuh Pramono Budi, selaku kuasa hukum tergugat satu Soedomo Margonoto,menilai banyak kejanggalan dalamputusan itu.
Dia merinci, secara aturan wasiat hanya bisa dibatalkan oleh orang yang membuat
wasiat. Sedangkan peradilan tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan. Selain
itu, PT Santos Jaya Abadi, secara hukum di depan notaris, dimiliki tiga orang. “Jadi
bukan perusahaan warisan,” katanya.
Diterangkan Kukuh, seharusnya dalam pembagian saham, hanya pendiri yang
mendapat bagian saham itu. Sedangkan pihak lain yang tidak tercantum, mustahil
mendapatkan bagian saham, terkecuali dilakukan penjualan ke publik. “Anehnya
dalam putusan hakim ini, dua nama penggugat tetap mendapat padahal tidak
tercantum sama sekali,” jelas Kukuh.
Untuk itu, pihaknya tidak tinggal diam dengan putusan ini. Langkah banding
segera dipersiapkan. Sebab, putusan yang ditetapkan Pengadilan Negeri
Surabaya, dianggap banyak kejanggalan.
Terpisah, Soedomo menyayangkan putusan itu. Dia memaparkan, usaha kopi
sudah menjadi usaha milik ayahnya Go Soe Loet sejak 1927. Usaha dagang yang
berjalan waktu itu bernama Hap Hoo Tjan.Seiring beranjak dewasa, Soedomo
mendirikan perusahaan baru bersama saudaranya, yakni PT Santos Jaya Cofee
Company tahun 1979. Setahun kemudian, nama itu berubah menjadi PT
Santos Jaya Abadi.
“Jadi murni bukan dari orang tua saya,” katanya.
Diterangkan lebih lanjut, Perusahaan Hap Hoo Tjan sendiri dinyatakan bangkrut
tahun 1981. Selanjutnya yang berkembang PT Santos Jaya Abadi. “Perusahaan yang
didirikan bersama dari awal. Bukan warisan dari orang tua,” imbuhnya.
Tahun 1994, PT Santos Jaya Abadi berkembang dan menambah modal dengan memasukkan Singgih Gunawan ke jajaran pemilik saham. Singgih adalah saudara kandung Soedomo. Sehingga kepemilikan murni dari mereka pendiri dan penanam modal. Sedangkan penggugat
yakni Lenny dan Wiwik tidak pernah ikut menanam modal di perusahaan itu.
Soedomo menyatakan, secara aturan pembagian saham dilakukan melalui rapat umum pemegang saham. Mereka yang berhak mendapatkan adalah pendiri dan penanam modal.
“Di luar itu, jelas tidak bisa mendapatkan hak,” tegasnya.
Dia kembali menegaskan, PT Santos Jaya Abadi bukan warisan. Semua berdiri di
depan notaris dan berbadan hukum. Pembagian saham juga tidak bisa dilakukan begitu saja. Apalagi, jika nama-nama tersebut tidak tercantum di akta tersebut.
Dirinya juga menilai, semua pertimbangan hakim mengabulkan gugatan tersebut,
hanya berdasar pada hal-hal fiktif. Yang dijadikan pertimbangan hanyalah rekaman talk show, ketika pemilik PT SJA Indra Boediono dan Soedomo Margonoto
pernah mengatakan bahwa Kapal Api dahulu dirintis oleh ayahnya yang
bernama Go Soe Loet.
Yang cukup aneh, adalah surat yang katanya ditulis oleh Soedomo Margonoto,
untuk membagikan saham PT SJA kepada Lenni dan Wiwik. Padahal surat
yang dijadikan bukti oleh penggugat itu,tidak ada tandatangan Soedomo, dan
tidak diketahui siapa yang menulis alias surat kaleng. “Bahkan, patut diduga kalau
surat itu adalah surat yang dikarang. Dan,seolah-olah dibuat oleh Soedomo,”
ucapnya.
Tak hanya itu, keterangan saksi yang dijadikan pertimbangan, juga patut disoal.
Sebab, saksi itu tidak pernah bekerja di PT SJA. Tetapi, dinyatakan mengetahui
pendirian PT SJA.Sementara itu, selentingan kabar menyebut bahwa ada permainan dalam
sidang bahkan masing-masing hakim diduga menerima suap dalam perkara ini.
Saat dikonfirmasi usai sidang terkait tudingan itu, hakim Erri, Bambang dan
Sigit langsung membantahnya,
“Semuanya tidak benar. Kami membuat pertimbangan dan putusan sesuai dengan
bukti yang ada,” tegas Erri dan Bambang.
Keduanya juga membantah bertemu dengan pengusaha otomotif di Surabaya
yang juga disebut-sebut sebagai orang yang mengatur perkara itu. “Kita tidak
pernah kenal dan tidak pernah bertemu dengan orang itu,” tandas Erri.
Keduanya menegaskan kalau perkara PT SJA atau Kapal Api yang mereka putus
tersebut, murni dengan pertimbangan-pertimbangan hukum. @ian_lensa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar